TEORI KONSENTRIS, TEORI SEKTOR DAN TEORI TEMPAT YANG SENTRAL

Bookmark and Share
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
PENGEMBANGAN MATERI AJAR GEOGRAFI
yang dibina oleh Ibu Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd



oleh
Robi’ul Setiawan - NIM. 102 103 509 329 
Daris Wibisono Setiawan - NIM. 102 103 509 295
Soekardi Arif Widijanto - NIM. 102 103 509 290
Harun Yusuf Efendi - NIM. 102 103 509 330
Triyani Suprihatin - NIM. 102 103 509 294


















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR IPS
Oktober 2011
POLA KERUANGAN KOTA




Definisi kota
1. Kota merupakan suatu wilayah yang sebagian besar arealnya merupakan hasil budaya manusia, tempat pemusatan penduduk yang tinggi, dan sumber mata pencaharian di luar sektor pertanian. Dan di samping itu kota juga dicirikan oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-alun yang luas serta jalan aspal yang lebar.
2. Mayer melihat kota sebagai tempat bermukim penduduknya : baginya yang penting dengan sendirinya bukan rumah tinggal, jalan raya, rumah ibadat, kantor, kanal dan sebagainya, melainkan penghuni yang menciptakan segalanya itu.
3. Max Weber memandang suatu tempat itu kota, jika penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat.
4. Haris dan Ullman melihat kota sebagai pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia.
5. Prof. Drs. R. Bintarto Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.
6. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 tahun 1980 menyebutkan bahwa pengertian kota terdiri dari 2 macam yaitu:
• Kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
• Kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, serta berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan permukiman.

Ciri - Ciri Kota:
• Kota merupakan tempat bermukim, tempat bekerja, tempat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan, dan pusat kegiatan lain yang telah mengalami banyak kemajuan pembangunan fisik.
• Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan yang lebih besar, antara lain: sebagai pusat permukiman penduduk (tempat tinggal), pusat perputaran modal dan keuangan, pusat kegiatan transportasi, pusat kegiatan konsumsi dan produksi, pusat kegiatan pemasaran dan perdagangan, pusat perindustrian, pusat kegiatan sosial budaya, pusat kegiatan kesenian, dan pusat pendidikan.
• Pusat fasilitas-fasilitas masyarakat yang lain seperti kesehatan, lembaga-lembaga sosial dan keahlian, kegiatan politik, dan administrasi pemerintahan juga berada di kota. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya pengaruh keterbukaan dari daerah luar.
• Masyarakat kota lebih bersifat individual, dimana kepentingan individu lebih menonjol, jika dibandingkan dengan sikap solidaritas dan gotong royong.
Setiap kota memiliki dinamika pertumbuhan masing-masing. Ada kota yang lambat berkembang, tetapi ada pula yang sangat pesat perkembangannya. Hal ini karena kota dipengaruhi oleh lokasi dan keadaan morfologi dan bentuk lahannya.
• Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya tarik. Keramaian yang ada di kota tergantung pada beberapa faktor yaitu:
1. Kemampuan daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung sebagai tempat menyalurkan kebutuhan hidup sehari-hari
2. Tingkat kemakmuran warga kota yang dilihat dari daya belinya
3. Tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik
4. Sarana dan prasarana dalam kota yang memadai
5. Pemerintahan dan warga kota yang dinamis.

Struktur Ruang Kota:

1. Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1925)
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda. 
Bahwa wilayah kota dibagi enam zona, yaitu :

1. Zona Pusat Wilayah Kegiatan (Central Bussines Districts) -->di dalamnya terdapat pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, hotel, restoran, dan sebagainya Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
2. Zona Peralihan atau zona transisi --> zone peralihan merupakan konsentrasi penduduk miskin, daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah. Sering ditemui wilayah kumuh (slum area)
3. Zona Pemukiman Kelas Proletar--> didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah. Ditandai oleh adanya rumah susun sederhana.
4. Zona Pemukiman Kelas Menengah (Residental Zone) --> merupakan kompleks perumahan karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
5. Wilayah Tempat Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Tinggi ditandai dengan kawasan elit. Sebagian besar penduduknya merupakan kaum eksekutif 
6. Zona Penglaju (Commuters) --> merupakan wilayah yang memasuki wilayah belakang (Hinterland) atau merupakan wilayah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota tetapi tinggal di pinggiran kota.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
2. Teori Sektoral (Sector Theory) dari Humer Hyot (1939)

Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu (Spillane dan Wan, 1993:19).
Menurut Humer Hyot kecenderungan penduduk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhadap fasilitas, kondisi lingkungan baik alami maupun non alami yang bersih dari polusi baik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.
gambar :

Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Humer Hyot :
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.

Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”, yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya. 






3. Teori tempat yang sentral (theory of cental place) dari Walter Christaller
Suatu tempat merupakan pusat pelayanan. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat: (1) topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan, (2) kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Dalam keadaan yang mempunyai kedua syarat seperti di atas itu akan berkembang tiga hal (Jayadinata, 1999:180) seperti diterangkan di bawah ini.
1. Ajang jasa (ajang niaga) akan berkembang secara wajar di seluruh wilayah dengan jarak dua jam berjalan kaki atau 2 x 3,5 = 7 km. Secara teori tiap pusat pelayanan melayani kawasan yang berbentuk lingkaran dengan radius 3,5 km (satu jam berjalan kaki), jadi pusat wilayah layanan akan terletak di pusat kawasan tersebut. Teori ini disebut teori tempat pemusatan (central place theory).
2. Kawasan-kawasan berbentuk lingkaran yang saling berbatasan, walaupun bentuk lingkaran adalah paling efisien, akan mempunyai bagian-bagian yang bertumpang tindih atau bagian-bagian yang senjang (kosong), sehingga bentuk lingkaran itu tidak biasa digunakan untuk kawasan atau wilayahnya. Berhubung dengan itu Christaller mengemukakan bahwa pusat pelayanan akan berlokasi menurut pola heksagon, sehingga wilayah akan saling berbatasan tanpa bertumpang tindih.
3. Dalam wilayah akan berkembang ajang niaga dalam pola heksagon. Yang palng banyak adalah dusun-dusun sebagai pusat perdagangan yang melayani penduduk wilayah pedesaan. Satu dusun dengan dusun lainnya akan menempuh jarak 7 km.

Dalam asumsi yang sama dengan Christaller, Lloyd (Location in space, 1977) melihat bahwa jangkauan/ luas pelayanan dari setiap komoditas itu ada batasnya yang dinamakan range dan ada batas minimal dari luas pelayanannya dinamakan threshold. (Tarigan, 2006:79)
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dijelaskan model Christaller tentang terjadinya model area pelayanan heksagonal sebagai berikut: (Tarigan, 2006:80)
1. Mula-mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran-lingkaran. Setiap lingkaran memilik pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada bagian A dari Gambar 2.3.

2. Kemudian digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih seperti terlihat pada bagian B.
3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian C.
4. Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memilik heksagonal sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagona yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian D.


Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Struktur ruang kota meliputi:

Gambar : 

Keterangan:
Zone 1: Daerah pusat bisnis (CBD/Central Business District)
Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2: Daerah industri ringan dan perdagangan (Wholesale light manufacturing)
Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah (Low class residential)
Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah (Medium class residential)
Zone ini tergolong lebih baik daro zone 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zoe 3.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi (High class residential)
Zone ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6: Daerah industri berat (Heavy manufacturing)
Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan, kesmrawutan lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Zona 7: Daerah bisnis lainnya (Outlying Bussines District)
Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
Zona 8: Daerah tempat tinggal di pinggiran (Residential Suburban)
Penduduk di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak khusus digunakan untuk tempat tinggal.

Zona 9: Daerah industri di daerah pinggiran (Industrial Suburban)
Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.


Proses Pemekaran Kota
Suatu kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yg disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus, 2000:107).
Menurut Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:197) Matra morfologi pemukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fiskal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik dari daerah hunian ataupun bukan (perdagangan dan industri) dan juga banguna individual.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut”urban sprawl”.Adapun macam “urban sprawl” sebagai berikut: (Yunus, 2000:124)


Tipe 1: Perembetan konsentris (Concentric Development/ Low Density continous development)
Dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace (1980) menyebut “concentric development”. Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.

Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair development/axial development)
Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah disepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000:127).
Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota di sepanjang jalur transportasi.
Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development / checkkerboard development)
Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan, tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment