Makna Sebuah Pengorbanan (Materi Bintal, Jum’at, 19 Oktober 2012)

Bookmark and Share
Pada hari Jum’at tanggal 19 Oktober 2012 atau bertepatan dengan tanggal 3 Dzulhijah 1433 Hijriah yang baru lalu, kembali saya mendapat tugas untuk menyampaikan materi di program Bintal (Bimbingan Mental) di hadapan peserta didik di sekolah kami. Sekarang dengan judul “Makna Sebuah Pengorbanan” kaitannya dengan bulan Dzulhijah atau bulan Rayagung yang seperti kita tau adalah bulan dimana kaum muslimin merayakan dan melaksanakan lebaran iedul Adha, ibadah Qurban dan ibadah haji bagi yang telah mampu melaksanakannya.
Hari itu seperti biasa rangkaian acara bintal adalah pembukaan, dilanjutkan lantunan ayat suci Al-Qur’an diiringi pembacaan terjemahannya, latihan ceramah oleh siswa, baru kemudian sebagai acara pokok adalah penyampaian materi bintal. Sebagai petugas penanggung jawab acara bintal hari itu adalah siswa kelas IX F . Tohari salahseorang siswa yang bertugas sebagai penceramah menyampaikan materi pada latihan ceramahnya itu yang berjudul “Ibadah Qurban”. Dia berhasil menciptakan suasana yang dialogis dan cukup komunikatif ber interaksi dengan audiens yang notabene adalah teman-teman dan juga adik-adik kelasnya mulai kelas VII, VIII dan IX. Alhamdulillah saya bangga melihat dia mencoba menyampaikan materi lengkap dengan hadist, dalil dan ayat-ayat Al-Qur’an yang begitu fasih.
Giliran saya yang menyampaikan materi senada tapi dari sudut pandang yang lain, seperti biasa telah saya siapkan hadiah sebagai penarik agar audiens antusias dan serius mengikuti uraian saya. Dimulai degan menguji sejauh mana materi yang disampaikan temannya Tohari pada latihan ceramahnya disimak, saya ajukan pertanyaan seputar inti sari materi ceramah Tohari tadi. Alhamdulillah para siswa antusias untuk mencoba menjawab pertanyaan saya, dan diantara yang ditunjuk bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya Uraian saya adalah lebih ke hakikat pengorbanan Nabi Ibrahim dalam menjalankan ujian yang berupa perintah dari Allah SWT terhadap keluarganya.
Seperti telah banyak dikisahkan pada kisah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, Nabi Ibrahim dikaruniai putra ketika usia beliau sudah sepuh setelah sekian lama berdoa’ dalam penantian. Setelah mendapat putera Nabi Ibrahim mendapat perintah membawa Siti Hajar dan putranya ke Mekah sebuah tempat yang berupa padang pasir yang gersang sehingga menyebabkan beliau sedikit gundah meninggalkan istri dan putranya disana. Tetapi dengan kekuatan iman beliau mengangkat tangan seraya berdo’a : Q.S. Ibrahim : 37
Ya Tuhan Kami, sesungguhnya aku telah  menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman didekat rumah suci-Mu itu. Aku berbuat demikian Ya Tuhan kami, demi untuk memungkinkan mereka mendirikan sholat. Karena itu, jadikanlah hati sebagian manusia gandrung mencintainya. Dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.”
Lama kelamaan perbekalan Siti Hajar habis, Nabi Ismail mulai menangis. Akhirnya, Siti hajar meninggalkan anaknya di bawah pepohonan yang rindang dan berusaha untuk mencari air. Ia berlari ke bukit Shafa karena beliau seperti melihat sumber air diatas bukit itu. Beliau menuju kesana tapi ternyata sumber air itu hanyalah fatamorgana. Kemudian beliau menengok kanan, kiri dan beliau melihat sumber air juga diatas bukit Marwah dan setelah didatangi ternyata itu hanyalah fatamorgana. Beliau kembali melihat seperti ada air di bukit Shafa dan beliau lari kembali ke bukit tsb. Begitulah yang terjadi dan pada akhirnya beliau berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah hingga 7x. Dan akhirnya beliau kembali ke nabi Ismail yang ditinggalkannya. Diantara keputus asaannya, beliau mendapati bahwa air yang dicarinya keluar dari tumit anaknya (malaikat menghentakkan tanah melalui kaki nabi Ismail hingga keluarlah air zam-zam). Lalu, Siti Hajar mengumpulkan pasir disekitar tempat keluarnya air tersebut seraya berkata “zam-zam..zam-zam…” yang artinya berkumpullah. Maka dengan air zam-zam itu mereka berdua dapat bertahan hidup. Karena air zam-zam pulalah, kota Mekkah menjadi kota yang subur, makmur dan berlimpahan berkah dari Allah swt. Hingga kini sumur zam-zam yang pernah hilang itu airnya masih tetap dari zaman pendahulu hingga sekarang, tidak kurang dan tidak lebih.
Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: “Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya”. Nabi Ibrahim tidak membuang waktu lagi, berniat tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang menerima apa yang disampaikan ayahnya. Kemudian Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah yang Allah S.W.T perintahkan dalam mimpinya. Baginda pun mengucapkan kalimah atas nama Allah lalu memancungkan pedangnya pada leher anaknya itu. Maka terperciklah darah mengenai badan Nabi Ibrahim . Sebagai seorang manusia biasa, Nabi Ibrahim pun menggeletar dan membuka penutup matanya. Tetapi alangkah terperanjatlah apabila melihat yang disembelihnya itu bukanlah anaknya melainkan seekor kibas. Dengan memuji kebesaran Allah S.W.T, kedua-duanya pun berpeluk-peluk sambil bersyukur kepada Tuhan kerana memberi kekuatan sehingga dapat melaksanakan amanat dari Allah S.W.T. Maka sampai sekarang jadilah ibadah qurban itu adalah yang berupa qurban hewan potong dengan syarat dan ketentuan yang khusus.
Pengorbanan Nabi Ibrahim dan keluarganya sangat berarti dan bermakna bagi kita umat penerusnya. Lalu bagaimanakah dengan pengorbanan kita ? Ketika saya ajukan pertanyaan kepada para siswa saya “Untuk dapat mengikuti proses belajar di sekolah kita tercinta ini, adakah pengorbanan yang harus kita keluarkan ?” Maka berebutlah para siswa ingin menjawabnya. Salah satu siswa yang saya tunjuk menjawab :”Untuk dapat mengikuti proses belajar di sekolah kita tercinta ini, banyak pengorbanan yang harus ditempuh, mulai menyiapkan diri mengikuti test agar dianggap layak, setelah diterima harus membayar dengan uang yang tidak sedikit sebagai partisipasi dari orangtua, juga harus ikut bekerja keras, belajar dengan sungguh-sungguh agar dapat memberi kontribusi yang positif pada sekolah ini sebagai RSBI”. Jawaban yang cukup memuaskan saya kira, dengan demikian saya berharap para peserta didik kami menyadari benar bahwa “Tiada keberhasilan tanpa pengorbanan”, dan semoga semua komponen di sekolah kami menyadari benar bahwa semua pengorbanan dari semua pihak untuk keberhasilan sekolah ini benar-benar menjadi sebuah pengorbanan yang bermakna. Baik bagi keberhasilan sekolah kami dalam sumbangsihnya  turut menciptakan generasi unggul harapan bangsa, maupun dalam peningkatan kualitas pendidikan secara umum. Amiin Yaa Robbal Alamin.

(Dari berbagai sumber).

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment