Pendidikan merupakan suatu hal yang fundamental bagi kemajuan bangsa, maju dan mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Dengan kata lain kualitas pendidikan berimplikasi secara tidak langsung terhadap tingkat kesejahteraan manusia tidak terkecuali kualitas pelaksanaan proses belajar matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di setiap jenjang pendidikan dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Peranan matematika sangat penting dalam menunjang pembangunan di bidang pendidikan, bagi siswa penguasaan matematika akan menjadi sarana yang ampuh sebagai penunjang mempelajari mata pelajaran yang lain. Matematika juga membentuk kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, serta dinamis, sehingga manusia mampu menemukan dan menentukan ide-ide baru yang berguna bagi kepentingan teknologi dalam peranan bagi manusia.
Kenyataan yang dihadapi di SMA, bahwa prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika mempunyai nilai rata-rata yang rendah. Hal ini dibuktikan pada Ujian Nasional Tahun 2010/2011, untuk SMA, nilai rata-rata untuk Matematika adalah 6,69, sedangkan nilai rata-rata untuk mata pelajaran lain lebih tinggi, yaitu rata-rata nilai Bahasa Inggris sebesar 6,80, rata-rata nilai Bahasa Indonesia sebesar 7,00, dan rata-rata nilai IPA sebesar 7,00 (Pusat Penelitian Pendidikan, Balitbang Depdiknas).
Hal ini disebabkan oleh kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru, dan siswa belum memahami suatu materi diakibatkan ketidakpahaman dalam materi penunjang sebelumnya. Selain itu, proses pembelajaran matematika tidak menarik bagi siswa karena matematika di anggap pelajaran yang sukar dipahami dan menakutkan bagi siswa. Siswa sering tidak dapat menyelesaikan soal-soal matematika karena pemahaman konsep dasar yang mereka miliki sangat lemah. Matematika lebih mudah diingat apabila siswa belajar secara bermakna, yaitu siswa dapat mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah diketahui sebelumnya. Menurut Dahar (1989:54) mengemukakan bahwa: “Syarat untuk belajar ialah harus terjadi hubungan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya”. Belajar juga merupakan aktivitas proses berfikir, Abdurahman (2005:155): “Berfikir adalah proses pemindahan realitas secara menyeluruh ke otak manusia melalui indera dan menjelaskan realitas tersebut menggunakan informasi terdahulu yang berkaitan dengan realitas tersebut”.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, salah satu usaha yang harus di lakukan adalah mengajarkan matematika dengan metode dan penyampaian yang tepat sehingga menyenangkan dan menarik bagi siswa, seperti yang diungkapkan Simajuntak (1993:63): “Hendaknya sejak dini konsep-konsep matematika dapat diajarkan oleh guru dengan metode dan penyampaian yang tepat, sehingga siswa diharapkan dapat menguasai dengan baik suatu materi matematika yang selanjutnya dapat menjadi dasar untuk materi selanjutnya yang lebih sukar.”
Salah satu yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah menggunakan peta konsep. Peta konsep merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi. Peta konsep ini diperkenalkan oleh Novak dalam bukunya yang berjudul : Learning How To Learn”. Menurut Dahar (1989:131) mengemukakan: “Gagasan peta konsep yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi untuk menolong guru guna mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung. Untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep pada siswa dan untuk menolong para siswa mempelajari cara belajar”. Dengan menggunakan peta konsep siswa dapat memahami materi yang diajarkan oleh guru dan belajar bermakna dapat berlangsung.
Penggunaan peta konsep dapat dikolaborasikan dengan pembelajaran kooperatif sehingga memudahkan proses belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengoptimalkan kerja sama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Johar (2006:30): “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk menciptakan kondisi belajar sesame siswa. Siswa yang satu membantu siswa lainnya dalam mempelajari sesuatu”. Dengan pendekatan pembelajaran kooperatif kegiatan diarahkan secara sadar untuk menciptakan interaksi yang saling membantu belajar sesama anggota kelompok. Sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesame siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif terhadap siswa yang hasil belajarnya rendah. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah, antara lain dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpangan materi pelajaran lebih lama.
Kooperatif memiliki beberapa tipe diantaranya yaitu kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Tipe TPS merupakan salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif. Pada model TPS siswa belajar secara berpasangan, dengan belajar dalam kelompok kecil seperti ini (hanya 2 orang) diharapkan siswa dapat berbagi tanggung jawab merata dibandingkan kelompok biasa (yang tediri atas 4-5 orang). Hal ini memungkinkan siswa lebih mandiri dan serius dalam belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pola diskusi kelas dengan asumsi bahwa semua resitusi dan diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, merespon dan saling membantu (Arends, 2001:325).
Menurut kurikulum KTSP (2006), matematika adalah pelajaran wajib pada sekolah lanjutan. Ruang Lingkup Matematika di Sekolah Menengah Atas antara lain mencakup Aritmatika, Logika, Aljabar serta Trigonometri. Trigonometri merupakan materi yang di ajarkan di kelas XI SMA/MA semester ganjil. Disamping sebagai salah satu materi penyumbang soal dalam distribusi soal UN (Ujian Nasional) maupun tes SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri), aplikasinya juga banyak dijumpai dalam berbagai bidang ilmu lainnya. Misalnya fisika, kimia. Materi trigonometri harus dikuasai oleh siswa pada sekolah lanjut. Namun, kenyataan di lapangan sangatlah memprihatinkan. Ternyata kebanyakan siswa dibeberapa SMA/MA sederajat di Banda Aceh masih memiliki kendala dalam menyelesaikan soal yang berhubungan dengan trigonometri jumlah dan selisih dua sudut, siswa sulit dalam mengingat dan menggunakan rumus-rumus trigonometri yang telah diperoleh sebelumnya untuk menyelesaikan masalah trigonometri yang dihadapinya. Oleh sebab itu, penerapan model pembelajaran TPS dirasakan cocok untuk diterapkan dalam materi trigonometri, dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir (think) dalam menentukan langkah mana yang akan ditempuh untuk menyelesaikan masalah, menurut Edward de Bono (dalam http://politikana.com/baca/2011/02/02/belajar-berpikir.html). Berfikir adalah “keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman sehingga murid menemukan sendiri konsep yang sebenarnya ingin disampaikan guru”. Penalaran seperti ini bukan memberikan hafalan rumus, tetapi kesempatan latihan berfikir untuk menentukan rumus atau suatu konsep yang akan diingat seumur hidup. Selanjutnya, siswa dapat berpasangan (pair) dengan kawan sebangkunya dan berbagi (share) dengan kelompok lain sehingga lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Penelitian sebelumnya menggambarkan hasil penggunaan peta konsep meningkatkan hasil belajar siswa, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Nur (1999:51): “Suatu kelompok siswa diajarkan 112 kata yang berhubungan dengan mineral dalam urutan acak. Kelompok yang lain diajarkan kata yang sama tetapi dengan urutan tertentu yaitu dengan menggunakan peta konsep, siswa pada kelompok ini mampu mengingat rata-rata 100 kata dibanding dengan kelompok yang diajarkan urutan acak hanya mampu mengingat 65 kata.
Dari hasil yang dilakukan oleh Rahmi Maulida (2009) disimpulkan bahwa (1) Dengan menggunakan peta konsep melalui model pembelajaran kooperatif pada materi segi empat dapat mencapai ketuntasan belajar siswa di kelas VII-4 SMP Negeri 1 Lhoksemawe Tahun Ajaran 2008/2009, (2) kemampuan siswa dalam membuat peta konsep melalui model pembelajaran kooperatif pada materi segi empat di kelas VII-4 Negeri 1 Lhoksemawe Tahun Ajaran 2008/2009 belum bias dikatakan baik (3) respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep melalui model pembelajaran kooperatif pada materi segi empat di kelas VII-4 Negeri 1 Lhoksemawe Tahun Ajaran 2008/2009 adalah positif.
Berdasarkan uraian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa penggunaan peta konsep dan pembelajaran kooperatif untuk materi trigonometri sangat cocok digabungkan. Sehingga penulis tertarik untuk mengamati apakah dengan menggunakan peta konsep melalui model pendekatan Think Pair Share (TPS) dapat mencapai hasil belajar yang baik dalam proses pembelajaran materi trigonometri. Dalam hal ini, maka penulis akan menuangkan dalam sebuah penelitian dengan judul “Penggunaan Peta Konsep Pada Materi Trigonometri Melalui Pendekatan TPS di Kelas XI SMAN 6 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment