Analisis Pengaruh Car, Npl, Bopo Dan Nim Terhadap Ldr Pada Bank Bumn Persero Di Indonesia Periode 2006-2010 (KE-27)

Bookmark and Share
BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
            Bank sebagai lembaga kepercayaan/lembaga intermediasi masyarakat dan merupakan bagian dari sistem moneter mempunyai kedudukan strategis sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Pengelolaan bank dituntut untuk senantiasa menjaga keseimbangan antara pemeliharaan tingkat likuiditas yang cukup dan rentabilitas bank yang tinggi serta pemenuhan kebutuhan modal. Pemeliharaan kesehatan bank antara lain dilakukan dengan tetap menjaga likuiditasnya sehingga bank bisa memenuhi kewajiban kepada semua pihak yang menarik atau mencairkan simpanannya sewaktu-waktu.
            Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi bank persero, bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing. Bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank BUMN (Persero). Bank BUMN (Persero) adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia. Bank persero Tbk terdiri dari PT. Bank Negara Indonesia, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Mandiri, dan PT. Bank Tabungan Negara
            Kegiatan usaha yang paling utama dari suatu bank adalah melakukan penghimpunan dan penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi, dan dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris. Kegiatan penghimpunan dana bank sebagian besar bersumber dari simpanan nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka. Simpanan nasabah ini sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK yang berhasil dihimpun sebagian besar disalurkan dalam bentuk pinjaman atau kredit.

            Hubungan antara DPK dan kredit ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menunjukkan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh bank (Kasmir, 2007). LDR dapat menjadi indikator untuk menilai fungsi intermediasi, tingkat kesehatan bank, dan likuiditas suatu bank.
            LDR dapat menjadi indikator utama dalam menilai fungsi intemediasi perbankan. Semakin tinggi penyaluran kredit menggunakan DPK, maka fungsi intemediasi perbankan berjalan dengan sangat baik. Sebaliknya, rendahnya penyaluran kredit menggunakan DPK menunjukkan fungsi intermediasi tidak berjalan dengan lancar, karena DPK tidak disalurkan kembali kepada masyarakat, melainkan diguinakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI), inventaris, dan sebagainya. LDR juga menjadi salah satu indikator dalam menilai tingkat kesehatan bank. Bank Indonesia memberikan penilaian kesehatan terhadap bank-bank di Indonesia berdasarkan beberapa aspek
Likuditas dan LDR merupakan salah satu indikatornya.
            LDR menunjukkan seberapa likuid suatu bank. Semakin tinggi tingkat LDR, semakin illikuid suatu bank. Dalam keadaan illikuid, bank akan kesulitan unutk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, seperti adanya penarikan tiba-tiba oleh nasabah terhadap simpanannya. Sebaliknya, semakin rendah tingkat LDR, semakin likuid suatu bank. Keadaan bank yang semakin likuid menunjukkan banyaknya dana menganggur (idle fund) yang dapat memperkecil kesempatan bank untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar.
            Tingkat LDR suatu bank haruslah dijaga agar tidak menjadi terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Untuk itu, diperlukan suatu standar mengenai tingkat LDR. Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas LDR berada pada tingkat 85%-100% dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret 2011, BI akan memperlakukan peraturan Bank Indonesia No012/19/PBI/2010 yang berisi ketentuan standar LDR pada tingkat 78%-100%.
            Sanksi bagi bank di Indonesia yang tingkat LDR berada di luar kisaran 78-100%, maka BI akan mengenakan denda sebesar 0,1% dari jumlah simpanan nasabah di bank bersangkutan untuk tiap 1% kekurangan LDR yang dialami bank. Sementara bank yang memiliki tingkat LDR diatas 100% akan diminta oleh BI untuk menambah setoran Giro Wajib Minimum (GWM) primer sebesar 0,2% dari jumlah simpanan nasabah di bank bersangkutan untuk tiap 1% nilai kelebihan LDR yang dialami bank, dimana penambahan dana GWM primer tidak dibeikan bunga. Kecuali bagi bank yang memiliki CAR diatas 14% tidak terkena penalty walau LDR diatas 100%.
            Dalam kegiatan operasional bank, modal juga merupakan suatu faktor yang penting dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Modal bank dapat juga digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko, diantaranya risiko yang timbul dari kredit itu sendiri. Untuk menanggulangi kemungkinan risiko yang terjadi, maka suatu bank harus menyediakan penyediaan modal minimum. Menurut Siamat (2003), fungsi utama modal bank memenuhi kebutuhan minimum dan untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Dengan kata lain, Capital Adequecy Ratio (CAR) merupakan tingkat kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menyediakan dana dan untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Semakin tinggi nilai CAR mengindikasikan bahwa bank telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang kebutuhannya serta menanggung risiko-risiko yang ditimbulkan termasuk didalamnya risiko kredit. Dengan modal yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sejalan dengan kredit yang meningkat maka akan meningkatkan LDR itu sendiri. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8%. Angka tersebut merupakan penyesuaian dari ketentuan yang berlaku secara internasional berdasarkan standar Bank for International Settlement (BIS).
            Perbankan pada umumnya juga tidak dapat dipisahkan dari yang namanya risiko kredit karena tidak lancarnya nasabah untuk membayar utangnya yang disebut dengan Non Performing Loan (NPL). Dendawijaya (2009), kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor dari pihak perbankan dan faktor dari pihak nasabah. Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektibilitasnya, merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh Bank. Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank dimana nantinya akan mempengaruhi rasio LDR itu sendiri. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, tingkat NPL maksium suatu bank adalah sebesar 5%. Apabila bank melebihi batas yang telah ditetapkan oleh BI, maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.
            Pada laporan laba rugi sendiri terdapat dua pos utama, yakni pendapatan operasional dan biaya operasional. Jika pendapatan operasional merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan operasional, maka biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan operasional tersebut. Jika biaya operasional besar namun hanya menghasilkan pendapatan operasional yang sedikit, maka bank tersebut tergolong tidak efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, di lain pihak, biaya operasional yang besar nantinya akan mengurangi jumlah laba bersih yang dapat diperoleh karena biaya operasional merupakan faktor pengurang dalam laporan laba rugi. Bank yang nilai rasio BOPO-nya tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut tidak beroperasi dengan efisien sehingga kemungkinan suatu bank dalam dalam kondisi bermasalah semakin besar. Nilai rasio BOPO yang ideal berada antara 50-75% sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
            Di satu sisi, LDR yang semakin tinggi pada bank akan memberikan risiko yang semakin besar atas gagalnya kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat di kemudian hari. Tetapi, di sisi lain dapat meningkatkan pendapatan bank karena setiap kredit yang disalurkan akan memberikan pendapatan berupa bunga. Selisih antara pendapatan bunga dengan beban bunga bank tercermin dalam rasio margin bunga bersih atau Net Interest Margin. NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6% keatas. Semakin besar rasio ini maka meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
            Alasan dipilihnya Loan to Deposit Ratio (LDR) sebagai variabel dependen adalah karena sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, 31 Mei 2004, rasio LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan DPK yang mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar bank. Nilai LDR masing-masing bank persero dari tahun 2006-2010 mengalami perubahan setiap periodenya. Hal ini diakibatkan dari tidak stabilnya tingkat pertumbuhan bank dalam jangka panjang di Indonesia sehingga diperlukan prediksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR).
            Kondisi LDR Bank BUMN (Persero) selama periode penelitian (2006-2010) dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1
LDR Bank BUMN (Persero) Periode 2006-2010 dalam (%)
Nama Bank
2006
2007
2008
2009
2010
PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk
77,29
73,88
86,35
87,35
88,98
PT.Bank  Mandiri Tbk
55,54
55,1
62,07
60,43
96.92
PT. Bank Negara Indonesia Tbk
48,55
59,42
73,2
74,6
68,64
PT. Bank Tabungan Negara Tbk
83,76
93,44
107,43
113,07
114,3
            Sumber : Laporan Pengawasam Perbankan  2006-2010 (diolah)
            Tabel 1.1 diatas menunjukkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) pada seluruh Bank BUMN (Persero) periode 2006-2010 yang mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahun. Kenaikan dan penurunan pada setiap tahunnya dapat disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank yang bersangkutan.
            Prediksi terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dilakukan dengan melihat rasio keuangan perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Net Interest Margin (NIM) karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengukur tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari fungsi bank sebagai lembaga intermediary.
            Kondisi CAR, NPL, BOPO, dan NIM Bank BUMN (Persero) pada periode penelitian 2006-2010 dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut :

Tabel 1.2
Perbandingan rata-rata CAR, NPL, BOPO, NIM terhadap rata-rata LDR
Data
2006
2007
2008
2009
2010
CAR (%)
21,20

17.85
14,31
13,81
17,85
NPL (%)
10,70
6,50
3,74
3,46
2,80
BOPO (%)
97,05

90,68

89,92

92,35

88,23

NIM (%)
5,77

6,03

6,07

5,81

6,11

LDR (%)
59,93

62,37

70,27

69,55

71,54

            Sumber : Statistik Perbankan Indonesia 2006-2010 (diolah)

                Berdasarkan data diatas, CAR pada tahun 2006-2007 menunjukkan penurunan sebesar 21,20% menjadi 17,85% tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan sebesar 59,93% menjadi 62,37%. Seperti pada tahun 2006-2007, CAR tahun 2007-2008 juga mengalami penurunan sebesar 17,85% menjadi 14,31% dan juga tidak searah dengan LDR yang meningkat 62,37% menjadi 70,27%. Sedangkan, pada tahun 2008-2009 CAR mengalami penurunan sebesar 14,31% menjadi 13,81% dan searah dengan LDR yang juga mengalami penurunan sebesar 70,27% menjadi 69,55%. Kemudian pada tahun 2009-2010 CAR mengalami peningkatan sebesar 13,81% menjadi 17,85% dan searah dengan meningkatnya LDR dari 69,55% menjadi 71,54%.
            NPL tahun 2006-2007 mengalami penurunan sebesar 10,70% menjadi 5,60% dan tidak searah dengan LDR yang meningkat sebesar 59,93% menjadi 62,37%. Tahun 2007-2008 NPL juga mengalami penurunan dari 6,50% menjadi 3,74% dan tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan sebesar 62,37% menjadi 70,27%. Pada tahun 2008-2009 NPL juga tetap mengalami penurunan dan searah dengan LDR yang mengalami penurunan dari 70,27% menjadi 69,55%. Berbeda pada tahun sebelumnya, tahun 2009-2010 NPL mengalami penurunan sebesar 3,46% menjadi 2,80% dan tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan sebesar 69,55% menjadi 71,54%.
            BOPO pada tahun 2006-2007 mengalami penurunan sebesar 97,05% menjadi 90,68% dan tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan dari 59,93% menjadi 62,37%. Tahun 2007-2008 BOPO juga mengalami penurunan sebesar 90,68% menjadi 89,92% dan tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan dari 62,37% menjadi 70,27%. Sedangkan, pada tahun 2008-2009 BOPO mengalami peningkatan sebesar 89,92% menjadi 92,35% dan  tidak  searah dengan LDR yang mengalami penurunan sebesar 70,27% menjadi 69,55%. Pada tahun 2009-2010 BOPO mengalami penurunan sebesar 92,35% menjadi 88,23% dan tidak searah dengan LDR yang mengalami peningkatan dari 69,55% menjadi 71,54%.
            NIM pada tahun 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 5,77% menjadi 6,03% dan searah dengan LDR yang mengalami peningkatan dari 59,93% menjadi 62,37%. NIM pada tahun 2007-2008 juga mengalami peningkatan sebesar 6,03% menjadi 6,07% dan searah dengan LDR yang juga meningkat dari 62,37% menjadi 70,27%. Sedangkan pada tahun 2008-2009 NIM mengalami penurunan sebesar 6,07% menjadi 5,81% dan searah dengan LDR yang juga mengalami penurunan dari 70,27% menjadi 69,55%. Kemudian pada tahun 2009-2010 NIM kembali meningkat sebesar 5,81% menjadi 6,11% dan searah dengan LDR yang juga mengalami peningkatan dari 69,55% menjadi 71,54%.
            Pada tahun 2006-2007 nilai CAR, NPL, dan BOPO mengalami penurunan sebesar 3,35%, 4,2%, 6,37% berturut-turut  sedangkan NIM dan LDR mengalami peningkatan sebesar 0,26% dan 2,44%. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut penyaluran kredit terhadap DPK yang meningkat akan menyebabkan risiko kredit yang besar. Meskipun NPL mengalami penurunan dari 10,70% menjadi 6,50% tetapi angka tersebut masih cukup besar dari ketentuan yang ditetapkan BI tentang risiko kredit sebesar maksimum 5%. Sehingga CAR mengalami penurunan 21,20% menjadi 17,85% akibat dari penyediaan modal minimum yang disediakan bank untuk mengatasi risiko kredit. Kemudian nilai BOPO mengalami penurunan dari 97,05% menjadi 6,04% ini mengindikasikan bahwa beban operasional yang dikeluarkan bank mengalami penurunan yang mengakibatkan turunnya biaya yang dikeluarkan bank untuk memperoleh pendapatan sehingga pendapatan yang diperoleh mengalami peningkatan sebesar 0,26%. Hal ini mengindikasikan, meskipun pada periode 2006-2007 sempat mengalami tekanan dari kenaikan harga minyak dan krisis pasar keuangan dunia sebagai dampak ikutakn krisis AS, industry perbankan terus tumbuh tercermin pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Sama halnya seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2007-2008 tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank mengalami peningkatan yang tercermin dari tingkat LDRnya.
            Pada tahun 2008-2009 nilai CAR, NPL, NIM dan LDR mengalami penurunan sebesar 0,5%, 0,28%, 0,26%, dan 0,72%. Sedangkan nilai BOPO mengalami peningkatan sebesar 2,43%. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaanmasyarakat berkurang karena adanya krisis keuangan global yang terjadi pada triwulan tahun 2008 cukup memberikan dampak negative terhadap sektor perbankan.
            Pada tahun 2009-2010 nilai CAR, NIM, dan LDR meningkat sebesar 4,04%, 0,3%, 1,99% sedangkan nilai NPL dan BOPO mengalami penurunan sebesar 0,66% dan 4,12%. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem perbankan telah melakukan sistem reparasi atau melakukan perbaikan dari keterpurukannya. Fungsi intermediasi bank tersebut semakin meingkat ditunjukkan oleh meningkatnya kembali jumlah penyaluran kredit dan DPK yang tercermin dari tinkat LDRnya.
            Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian  mengenai: “Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO dan NIM terhadap LDR Pada Bank BUMN Persero di Indonesia Periode 2006-2010”.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment