Analisis Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Stock Split Yang Ditunjukkan Oleh Abnormal Return Dan Trading Volume Activity (AK-47)

Bookmark and Share
BAB I 
PENDAHULUAN 

A.                 Latar Belakang Masalah
Dunia bisnis sekarang, terutama perdagangan saham yang terdapat di pasar modal, banyak sekali aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para investor untuk memperoleh keuntungan (return). Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan di pasar modal, diantaranya adalah informasi yang masuk ke dalam pasar modal tersebut (Puspitaningsih, 2006).
Informasi memegang peranan penting terhadap transaksi perdagangan di pasar modal. Para pelaku di pasar modal sangat membutuhkan setiap informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga surat berharga di pasar modal. Informasi berkaitan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh para investor untuk memilih portofolio investasi yang efisien.
Suatu informasi memiliki makna bila informasi tersebut menyebabkan investor melakukan transaksi di pasar modal yang akan tercermin dalam indikator atau karakteristik pasar modal, seperti volume perdagangan dan harga saham. Di pasar modal banyak sekali informasi yang dapat dimanfaatkan, salah satu informasi yang tersedia yaitu pengumuman stock split atau pemecahan saham. Stock split adalah memecah selembar saham menjadi n lembar saham, harga perlembar saham baru setelah stock split adalah 1/n dari harga sebelumnya (Jogiyanto 2003).
Tingginya harga saham akan mengurangi likuiditas saham karena investor kurang mampu membeli saham tersebut. Salah satu cara yang dilakukan emiten untuk mempertahankan agar sahamnya tetap berada dalam rentang perdagangan yang liquid sehingga daya beli investor meningkat terutama untuk investor kecil adalah melakukan stock split. Peristiwa stock split merupakan satu kejadian ekonomi. Dampak dari stock split adalah menigkatnya nilai likuiditas saham karena jumlah lembar sahamnya memiliki harga yang rendah, sehingga akan meningkatkan permintaan akan saham tersebut (Suntoro dan Subekti 2003).
Menurut Kurniawati (2003) apabila harga suatu saham terlalu tinggi, maka kemungkinan saham tersebut dapat dibeli oleh masyarakat semakin kecil. Manajemen perusahaan yakin bahwa apabila kepemilikan saham semakin luas, maka hubungan dengan masyarakat lebih baik, sehingga adanya stock split dapat mengurangi nilai pasar saham dan memiliki kemampuan menarik mayoritas investor potensi.
Menurut Suntoro dan Subekti (2003) tingginya harga saham akan mengurangi likuiditas saham karena investor kurang mampu membeli saham tersebut. Salah satu cara yang dilakukan emiten untuk mempertahankan agar sahamnya tetap berada dalam rentang perdagangan yang likuid sehingga daya beli investor meningkat terutama untuk investor kecil adalah melakukan stock split. Peristiwa stock split merupakan satu kejadian ekonomi yang popular dipelajari dalam transaksi saham di pasar modal. Dampak dari stock split adalah akan meningkatkan likuiditas saham karena jumlah lembar sahamnya memiliki harga yang rendah, sehingga akan meningkatkan permintaan akan saham tersebut.
Menurut Scott, Martin, Petty dan Keown (1999) dalam Harsono (2004) ada beberapa alasan mengapa manajer perusahaan melakukan stock split antara lain 1) agar saham tidak terlalu mahal sehingga dapat meningkatkan jumlah pemegang saham dan meningkatkan likuiditas perdagangan saham, 2) untuk mengembalikan harga dan ukuran perdagangan rata-rata saham kepada kisaran yang telah ditargetkan, 3) untuk membawa informasi mengenai kesempatan berinvestasi yang berupa penignkatan laba dan dividen kas.
Tindakan stock split mengakibatkan jumlah saham yang beredar bertambah sehingga para investor yang berhubungan dengan aktivitas tersebut dapat melakaukan penyusunan kembali portofolio, investasinya. Penyusunan kembali portofolio tidak terlepas dari pertimbangan risiko saham yang membentuk portofolio sehingga diharapkan akan memeperoleh tingkat risiko yang lebih kecil. Investor rasional akan memilih investasi yang mempunyai risiko yang terkecil bila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan tingkat return yang sama. Oleh karena itu, tindakan stock split yang dilakukan oleh emiten perlu dipertimbangkan oleh investor dan calon investor dalam mengambil putusan untuk membeli atau melepas saham yang dimiliki berdasarkan analisis mereka mengenai informasi apa yang terkandung di dalam stock split (Harsono, 2004).
Ada dua teori utama yang mendominasi litelatur pemecahan saham adalah signalling theory dan trading range theory. Signalling theory menyatakan bahwa pemecahan saham akan memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan yang substansial, sedangkan trading range theory menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh prilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal.
Saham bisa dikatakan liquid jika saham itu mudah diperjualbelikan, mudah dicairkan sehingga banyak peminatnya, dan likuiditas saham itu bisa diukur dengan frekuensi reaksi perdagangan saham di pasar modal (Adikusuma, 1997). Likuiditas saham bisa diartikan mudahnya saham diperjualbelikan. Semakin likuid saham suatu perusahaan, maka perusahaan akan lebih mudah mendapatkan dana, karena investor tertarik untuk membeli saham perusahaan. Likuiditas saham suatu perusahaan ditunjukkan oleh Trading Volume Activity.
Aktivitas stock split umumnya dilakukan pada saat harga saham dinilai terlalu tinggi sehingga akan mengurangi kemampuan investor untuk membelinya, stock split hanya upaya untuk menarik investor untuk membeli saham yang dipecah tersebut karena harga setelah dipecah menjadi lebih terjangkau. Keputusan stock split merupakan kesempatan para pemegang saham yang dicapai dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Emiten harus menyampaikan kepada BAPEPAM dan diumumkan segera kepada masyarakat karena stock split dapat mempengaruhi nilai efek atau keputusan investasi oleh investor (Suntoro dan Subekti 2003).
Menurut teori keuangan tradisional, stock split hanyalah salah satu bentuk corporate action yang sifatnya kosmetik dan administratif. Berbeda dengan corporate action lainnya, tindakan tersebut tidak terkait sama sekali dengan kinerja dan cash flow, sehingga praktis tidak akan merubah kekayaan perusahaan. Ketika melakukan stock split, perusahaan sama saja dengan menerbitkan saham baru dan membagi-bagikannya kepada pemegang saham lama secara proporsional. Sederhananya, kertas yang ada di tangan si pemegang saham hanya akan bertambah banyak, tetapi nilai keseluruhannya tetap sama (Nuryadin, 2004).
Meskipun secara teoritis pemecahan saham tidak memiliki nilai ekonomis, tetapi banyaknya peristiwa pemecahan saham di pasar modal memberikan indikasi bahwa pemecahan saham merupakan alat yang penting dalam praktik pasar modal. Pemecahan saham telah menjadi salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga pasar saham perusahaan, maka dari itu, tidaklah mengherankan kalau banyak teori dan riset empiris yang dikembangkan untuk membahas tentang praktek pemecahan saham ke pasar modal (Marwata, 2002).
Penelitian yang dilakukan Hendiyanto (2006) membahas reaksi pasar modal pada saat terjadi stock split pada tahun 2002 sampai 2004 dengan menggunakan variabel average abnormal return dan cummulative average abnormal return, menunjukkan bahwa informasi stock split merupakan salah satu alat yang digunakan para investor dalam memilih portofolio investasi.
Puspitaningsih (2006) melakukan penelitian terhadap reaksi pasar dengan tentang menggunakan uji one sample t test menunjukkan bahwa terdapat reaksi pasar yang signifikan atas peristiwa stock split terhadap abnormal return saham dan Trading Volume Activity (TVA) perusahaan. Hasil analisis dengan menggunakan paired sample t test gagal membuktikan terdapat perbedaan besarnya abnormal return saham perusahaan periode sebelum dan sesudah peristiwa stock split. Namun dalam penelitian tersebut mampu membuktikan terdapat perbedaan besarnya TVA perusahaan periode sebelum dan sesudah peristiwa stock split.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada perioda penelitian. Penelitian terdahulu menggunakan perioda jendela selama 11 hari (5 hari sebelum dan 5 hari sesudah tanggal pengumuman), sedangkan penelitian ini menggunakan perioda jendela selama 21 hari (10 hari sebelum pengumuman, 1 hari peristiwa, dan 10 hari setelah pengumuman) dengan menambah perioda jendela yang lebih panjang, maka informasi yang disampaikan  oleh split akan  mudah diserap oleh pasar (Indriastuti, 1998).
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment