BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Prinsip semua pelaku usaha adalah mencari laba atau berusaha untuk meningkatkan labanya. Hal ini menyebabkan laba menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Laporan mengenai rugi laba suatu perusahaan menjadi paling penting dalam laporan tahunan. Selain itu, kegiatan perusahaan selama periode tertentu mencangkup aktivitas rutin atau operasional, juga perlu dilaporkan sehingga diharapkan bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko, fleksibilitas keuangan, dan kemampuan operasional perusahaan. Prediksi kinerja keuangan suatu perusahaan pada umumnya dilakukan oleh pihak internal (manajemen) dan pihak eksternal perusahaan yang memiliki hubungan dengan perusahaan yang bersangkutan, seperti : investor, kreditur, dan pemerintah.
Informasi tentang posisi keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, aliran kas perusahaan, dan informasi lain yang berkaitan dengan laporan keuangan dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan salah satu informasi keuangan yang bersumber dari intern perusahaan (Zainuddin dan Hartono, 2009). Laporan keuangan menjadi penting, karena memberikan input (informasi) yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Selain memberikan informasi tentang kondisi perusahaan saat ini dan masa lalu, laporan keuangan juga dapat digunakan untuk memprediksi prospek perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan laporan keuangan yang berisi berbagai informasi akuntansi bertujuan untuk mengurangi unsur ketidakpastian dalam pengambilan keputusan, terutama bagi pihak eksternal yang berkepentingan (Machfoedz, 1994)
Untuk dapat memanfaatkan laporan keuangan diperlukan teknik untuk mengintreprestasikan laporan keuangan. Analisis terhadap laporan keuangan bertujuan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan (Mamduh, 2005). Salah satu teknik dalam analisis laporan keuangan adalah analisis rasio keuangan (Sudarini,2005).
Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis perusahaan yang menjelaskan berbagai perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan pola perubahan tersebut untuk kemudian menunjukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan (Tumirin, 2004).
Rasio keuangan menjadi salah satu alat oleh para pengambil keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal dalam menentukan kebijakan berikutnya. Bagi pihak eksternal terutama kreditur dan investor, rasio keuangan dapat digunakan dalam menentukan apakah suatu perusahaan wajar untuk diberikan kredit atau untuk dijadikan lahan investasi yang baik. Bagi pihak manajemen, rasio keuangan dapat dijadikan alat untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan di masa datang (Usman, 2003).
Analisis rasio keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, pihak pemerintah, dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan perusahaan, tidak terkecuali perusahaan perbankan (Sudarini, 2005).
Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang perbankan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok Bank yang menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, deposito berjangka, dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.
Tingkat kesehatan Bank adalah penilaian atas suatu kondisi laporan keuangan Bank pada periode dan saat tertentu sesuai dengan standar Bank Indonesia (Riyadi, 2006). Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan Bank secara keseluruhan. Dari laporan ini akan terbaca kondisi Bank yang sesungguhnya termasuk kelemahan dan kekuatan yang dimiliki. Laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen Bank selama satu periode. Dalam laporan keuangan termuat informasi mengenai jumlah kekayaan (assets) dan jenis-jenis kekayaan yang dimiliki. Kemudian juga akan tergambar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang serta ekuitas (modal sendiri) yang dimilikinya. Kemudian laporan keuangan juga memberikan informasi tentang hasil-hasil usaha yang diperoleh bank dalam suatu periode tertentu dan biaya-biaya atau beban yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil tersebut (Kasmir : 2000).
Untuk menilai kesehatan suatu Bank dapat diukur dengan berbagai metode. Penilaian kesehatan akan berpengaruh terhadap kemampuan Bank dan loyalitas nasabah terhadap Bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan Bank adalah dengan analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Aspek permodalan meliputi CAR (Capital Adequacy Ratio) , aspek assets meliputi NPL (Non Performing Loan), aspek earning melipuri ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi), aspek likuiditas meliputi LDR (Loan to Deposit Ratio). Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai dengan menggunakan rasio keuangan sehingga dapat menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan (Kasmir : 2000)
ROA merupakan indikator yang paling penting untuk mengukur kinerja suatu Bank. ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam kegiatan operasi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Tujuan utama operasional Bank adalah mencapai tingkat profitabilitas yang maksimal. ROA penting bagi Bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Rasio yang digunakan adalah ROA, karena dapat memperhitungkan kemampuan manajemen Bank dalam mengelola aktiva yang dimilikinya untuk menghasilkan income. Semakin besar ROA suatu Bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai Bank tersebut dan semakin baik pula posisi Bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya, 2005) .
Mengingat begitu pentingnya peranan perbankan di Indonesia, maka pihak Bank perlu meningkatkan kinerjanya agar tercipta perbankan yang sehat dan efisien. Tabel 1.1 menyajikan perkembangan kinerja Bank umum nasional selama tahun 2006-2010
Tabel 1.1
Perkembangan Kinerja Bank Umum Nasional Tahun 2006-2010
| TAHUN | |||||
INDIKATOR | 2006 | 2007 | 2008 | 2009 | 2010 | |
CAR (%) | 23,2 | 22,95 | 20,83 | 14,39 | 15,64 | |
BOPO(%) | 79,46 | 80,06 | 82,49 | 73,64 | 82,03 | |
LDR(%) | 82,19 | 79,7 | 89,75 | 78,62 | 82,01 | |
ROA(%) | 2,65 | 2,33 | 2,1 | 2,03 | 2,01 | |
Sumber : Laporan Publikasi BI (diolah)
Berdasarkan tabel 1.1 di atas, maka dapat diketahui, bahwa secara rata-rata ROA tahun 2006 – 2010 telah mencapai standar ukuran Bank di Indonesia yaitu di atas 1,5%, pada tahun 2007 ROA mengalami penurunan walaupun masih berada di atas standar ukuran bank di Indonesia yaitu 1,5%. Dalam perkembangannya ROA selama 2006-2007 mengalami penurunan yaitu 2,65% pada tahun 2006, kemudian turun menjadi 2,33% pada tahun 2007, kemudian ROA turun lagi menjadi 2,10% pada tahun 2008. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 2,03% dan menurun lagi pada 2010 menjadi 2,01%. Dari tabel terbukti bahwa ROA bank mengalami penurunan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 walaupun presentasenya kecil.
Diharapkan Bank dapat menjaga atau meningkatkan nilai ROA-nya sehingga akan meningkatkan pula perolehan profitabilitas pada tahun-tahun mendatang. Dan apabila terjadi penurunan nilai profitabilitas maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fluktuasi (ROA) sehingga dapat segera diatasi guna meningkatkan profitabilitas selanjutnya. ROA perlu dijadikan pedoman dalam mengukur profitabilitas Bank, karena ROA merupakan indikator yang umum digunakan oleh BI sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan aset yang dananya berasal dari masyarakat (Dendawijaya, 2005). Disamping itu karena ROA merupakan metode pengukuran yang obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijaksanaan perusahaan terutama perbankan.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa CAR sebagai indikator permodalan mengalami penurunan setiap tahunnya yaitu sebesar 23,20% pada tahun 2006 sedikit turun menjadi 22,95% pada tahun 2007 kemudian turun menjadi 20,83% pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 CAR menurun lagi menjadi 14,39% dan naik menjadi 15,64% pada tahun 2010. Bahkan secara individu sampai dengan tahun 2010 hampir sebagian besar bank mengalami CAR yang menurun, walaupun masih di atas ketentuan BI yaitu di atas 8%, maka semakin menurunnya CAR mencerminkan permodalan bank yang semakin melemah.
Jika dilihat dari kekonsistenan data antara rasio keuangan CAR dengan ROA pada tahun 2006-2009 nilai rata-rata CAR mengalami penurunan dan diikuti dengan menurunnya nilai rata-rata ROA. Akan tetapi peningkatan CAR pada tahun 2010 menjadi sebesar 15,64% tidak diikuti dengan peningkatan ROA, dimana ROA bank umum masih tetap turun walaupun sedikit yaitu dari 2,03% menjadi 2,01% .
Pada tabel 1.1 terlihat perolehan BOPO dari tahun 2006 sampai 2010 tidak menentu arahnya atau bisa dikatakan berfluktuasi. Rasio BOPO mencerminkan tingkat efisiensi perbankan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya BOPO mengalami pergerakan yang meningkat dari tahun 2006 – 2007 yaitu sebesar 79,46% pada 2006 kemudian meningkat menjadi sebesar 80,06% pada tahun 2007 dan kembali meningkat pada 2008 menjadi 82,49% .
Pada tahun 2009 BOPO turun menjadi 73,64% akan tetapi turunnya BOPO tidak diikuti meningkatnya ROA, dimana ROA turun menjadi 2,03%. Hal ini bertentangan dengan teori yang ada, dimana jika rasio BOPO menurun, maka seharusnya ROA mengalami kenaikan. Jika BOPO semakin kecil, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan suatu perusahaan (perbankan) semakin meningkat atau membaik (Riyadi, 2006). Pada tahun 2010 BOPO naik menjadi 82,03% serta diikuti menurunnya ROA.
Variabel yang digunakan dalam penilaian aspek likuiditas adalah LDR. Jika dilihat dari Tabel 1.1 LDR Bank umum di Indonesia dari tahun 2006-2010 terus mengalami fluktuasi yaitu sebesar 82,19% pada tahun 2006, menurun menjadi 79,70% pada tahun 2007, meningkat menjadi 89,75% pada tahun 2008. Kemudian turun pada tahun 2009 menjadi 78,62% dan meningkat menjadi 82,01% pada 2010. Dari tabel terlihat bahwa LDR berfluktuasi dari tahun ke tahun. Akan tetapi perolehan LDR yang fluktuatif ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana hubungan antara LDR dan ROA seharusnya adalah berbanding lurus, dimana setiap kenaikan LDR akan diikuti kenaikan ROA.
Tabel 1.2
Standar Ukuran Rasio Bank di Indonesia
Rasio | Standar BI |
CAR | > 8% |
BOPO | 93,52% |
LDR | 110 % |
ROA | > 1,5% |
Sumber : Publikasi BI (2010)
Alasan digunakannya variabel independent CAR, BOPO, dan LDR dalam penelitian ini yaitu didasarkan adanya ketidakkonsistenan dari hasil penelitian terdahulu yang menguji variabel independen tersebut terhadap ROA :
1. CAR mencerminkan modal Bank, semakin besar CAR maka ROA yang diperoleh Bank yang akan semakin besar karena semakin besar CAR maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya sehingga kinerja Bank juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi permodalan bank maka bank dapat melakukan ekspansi usahanya dengan lebih aman. Adanya ekspansi usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja keuangan bank tersebut. CAR yang diteliti Yuliani (2007) menemukan bahwa CAR mempunyai hubungan dengan kinerja profitabilitas (ROA). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) dan Sudarini (2005) menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA dan tidak signifikan terhadap ROA.
2. BOPO dapat digunakan untuk mengukur apakah manajemen bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan efektif dan efisien. Semakin kecil BOPO maka ROA akan meningkat. Hasil penelitian yang dilakukan Almillia dan Herdinigtyas (2005) memperlihatkan bahwa BOPO mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah pada bank. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh antara BOPO terhadap ROA.
3. Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan seberapa besar dana bank dilepaskan ke perkreditan. Semakin tinggi LDR maka laba bank akan semakin meningkat, dengan meningkatnya laba bank maka kinerja bank juga meningkat. Penelitian mengenai LDR yang dilakukan oleh Ponco (2006) memperlihatkan hasil bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Usman (2003) dan Yuliani (2007) menunjukkan hasil bahwa LDR tidak berpengaruh terhadap ROA.
Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi Bank persero, Bank umum swasta nasional devisa, Bank umum swasta nasional non devisa, Bank pembangunan daerah, Bank campuran dan Bank asing. Bank yang diteliti dalam penelitian ini adalah Bank BUMN (persero) . Alasan pemilihan Bank BUMN karena Bank BUMN merupakan Bank yang mengelola aset-aset negara. Hal tersebut dapat dilihat dari kepemilikan saham yang menunjukkan jumah saham yang dimiliki oleh Negara Republik Indonesia lebih besar dari yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, Bank BUMN yang berjumlah empat Bank, memiliki total aset, dana pihak ketiga, dan kredit yang cukup besar hampir menyaingi Bank swasta devisa yang berjumlah 31 Bank (Annual Report Bank Persero, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar ROA Bank BUMN di Indonesia yang dipengaruhi CAR, BOPO, dan LDR selama periode empat tahun terakhir yaitu periode 2008 sampai tahun 2011.
Sampel yang digunakan adalah tahun 2008 sampai tahun 2011 karena pada periode empat tahun terakhir tersebut dapat digunakan untuk mempermudah prediksi perolehan laba bank pada tahun-tahun selanjutnya. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :
“Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Operational Efficiency, Dan Loan to Deposit Ratio Terhadap Return On Asset” (Studi komparatif pada Bank BUMN di Indonesia periode tahun 2008-2011).
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment