PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan sektor pertanian sama artinya dengan upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi untuk mencapai manfaat yang optimal perlu dirumuskan dalam pola usaha tani yang merupakan perakitan dan penggabungan dari banyak macam masukan yang diambil dari seluruh hasil karya cipta manusia yang berupa teknologi. Begitu pula pembangunan sektor perkebunan yang gencar dilaksanakan melalui program-program yang ditetapkan, pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama dengan sektor pertanian yakni meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat pula dalam sektor ekonomi, usaha perkebunan memegang peranan yang strategis dalam menghadapi era globalisasi. Disadari atau tidak pada saat negara kita dihadapkan pada krisis ekonomi, sementara sektor industri cukup banyak yang tidak mampu menjalankan proses produksinya, akan tetapi petani dan pelaku perkebunan terlihat tegar menghadapinya.
Tanaman kapas merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya pada perekonomian di pedesaan baik secara langsung menunjang pendapatan, menciptakan lapangan kerja maupun dalam pemenuhan bahan baku tekstil dalam negeri. Bagi indonesia yang merupakan negara tropis, pemakaian serat kapas sebagai bahan baku sandang sangat kecil kemungkinannya untuk didesak oleh serat sintesis. Produksi serat kapas dalam negeri baru mencapai 1% dari kebutuhan nasional dan selebihnya masih import. Oleh karena itu, perlu dicari strategi yang aplikatif dalam rangka memenuhi kebutuhan kapas nasional secara swadaya ( tidak import , sehingga perlu dilakukan terobosan agronomis maupun ekonomis dan sosial.
Kebutuhan serat kapas untuk industri tekstil nasional dapat disediakan dari dalam negeri, mengingat cukup besarnya potensi lahan untuk pengembangan kapas. Menurut hasil Puslit Tanah dan Agroklimat pada tahun 1994 terdapat sekitar 1,3 juta ha lahan tesebar di 6 provinsi (Jateng, Jatim, NTB, Sulsel. Sultra, dan Sulteng) termasuk diantaranya yang memilki potensi tinggi untuk pertanaman kapas seluas 400.000 ha. Seiring dengan pertambahan penduduk nasional maupun dunia, maka kebutuhan tekstil untuk berbagai keperluan terus meningkat. Sejalan dengan hal tersebut industri tekstil nasional telah berkembagng dengan meyakinkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah perusahaan, jumlah mesin dan peralatan pada industri tekstil, perkembangan produksi, maupun ekspor tekstil yang setiap tahun meningkat.
Industri tekstil nasional telah memiliki struktur yang kuat, yang telah ditunjukkan oleh lengkapnya sektor-sektor yang dimilki muali dari industri pemintalan hingga industri pakaian jadi. Iklim investasi yang kondusif tenaga kerja melimpah dan permintaan tekstil yang terus meningkat telah mempercepat peningkatan jumlah perusahaan tekstil di indonesia dengan 2.580 perusahaan tekstil skala kecil dan menengah, dengan rincian seperti tabel berikut :
Tabel 1.1. Jumlah Perusahaan Tahun 1998
No. | Cabang Industri | Jumlah perusahaan |
1. | Serat buatan | 27 |
2. | Pemintalan | 195 |
3. | Pertenunan/Perajutan | 1.031 |
4. | Pakaian jadi dan barang jadi tekstil lain | 1.327 |
Sumber : Direktorat Industri Tekstil,Depperindag 1998
Industri tekstil mampu memproduksi berbagai jenis produk karena lengkapnya struktur yang dimiliki oleh industri tekstil nasional. Hingga saat ini, industri serat buatan, yang cenderung terus mengalami peningkatan. Industri ini memproduksi berbagai jenis serat antara lain serat poliester stapel, poliester filamen, nylon filamen, rayon viscose dan lain-lain. Produk serat seperti ini akan mengurangi impor kapas dan semakin memperkokoh industri tekstil dan produk teksil (TPT) nasional. Kedepan, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta adanya kecenderungan masyarakat untuk menggunakan produk-produk alami, maka kebutuhan bahan serat alam akan semakin meningkat. Produk-produk serat tersebut merupakan bahan baku utama bagi industri hilir yaitu industri pemintalan, perajutan, pertenunan, dan industri pakaian jadi dalam rangka diversifikasi produk.
Upaya untuk meningkatkan produksi kapas telah dilakukan, antara lain melalui program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR) yang dimulai sejak musim tanam tahun 1978/1979 pengelolaan IKR diserahkan kepada PT Perkebunan dan PT Swasta yang mau berperan aktif dalam pengembangan kapas, untuk Provinsi Jawa Timur dikelola oleh PT. perkebunan XXVI. Karena berbagai kendala yang dihadapi pada tahun 1990/1991, maka tidak lagi melanjutkan tugasnya sebagai perusahaan pengelola kapas untuk melanjutkan estafet pengelolaan kapas pada tahun 1991/1992 maka ditunjuk PT. Nusafarm Intiland Crop. Dalam pengelolaan kapas PT. Nusafarm memanfaatkan “ginnery” yang sudah ada sebelumnya dan menambah lagi sebanyak 13 unit mini ginnery dengan kapasitas 500 ton/unit/tahun. Untuk mempelancar pengelolaan kapas maka diperlukan teknologi dan managemen yang baik. Petugas pendamping dilapangan untuk melakukan pendampingan, bimbingan dan pelayanan petani dalam penerapan teknologi anjuran dan kebutuhan agroinputnya. Keberadaan perusahaan pengelola kapas sangat penting karena akan menjamin harga kapas di tingkat petani, menentukan harga kapas secara dinamis berdasarkan harga kapas internasional sehingga dengan penentuan harga kapas petani tidak merasa dirugikan.
Kemitraan yang terjadi antara dunia usaha pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan pendekatan baru, fenomena baru, juga tuntutan baru dalam pembangunan, oleh karena itu akhir-akhir ini banyak sekali himbauan tentang kemitraan. Namun demikian kemitraan sebagai suatu tuntutan pembangunan baru tidaklah begitu mudah dilaksanakan, hal ini sangat tergantung pada kehendak baik atau niatan baik ketiga pelaku kerjasama (dunia usaha, pemerintah dan masyarakat).
Kemitraan dapat diartikan sebagai bentuk kerjasama antara dua atau lebih badan usaha dengan landasan saling membutuhkan serta saling menghidupi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan kemitraan adalah tidak ada paksaan, diputuskan kerjasama, menghormati hak dan kewajibannya, menjunjung tinggi kepentingan bersama, tidak saling membohongi atau dalam suasana jujur, terbuka, dan saling menerima. Melalui hubungan kemitraan diharapkan dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil, menengah, dan besar untuk berperan dalam kegiatan ekonomi sehingga dapat berdampingan secara harmonis dengan pelaku ekonomi lainnya. Selain itu dampak dari kemitraan akan dapat mendorong laju pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan perluasan tenaga kerja. Tingkat keberhasilan kemitraan tergantung kepada bagaimana kedua belah pihak yang bermitra dalam menjalin hubungan, tidak terbatas pada hubungan bisnis saja tetapi lebih jauh dari itu untuk mengadakan pendekatan sosial kemasyarakatan.
Usaha tani kapas di Indonesia tidak hanya untuk kepentingan petani saja, tetapi juga pabrik tekstil. Sebaiknya industri tekstil turut berperan untuk untuk mengembangkan kapas di Indonesia antara lain:
1. Para industri tekstil dapat menyerap produksi kapas dalam negeri dengan harga pasar bebas.
2. Industri tekstil dapat memberikan umpan balik kepada pengelola kapas dalam hal mutu yang diperlukan pabrik pemintalan, dan data mutu kapas yang dihasilkan oleh pengelola.
3. Dapat memberikan informasi mengenai kondisi pasar kapas dunia maupun Indonesia.
PT. Nusafarm Intiland Corp Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan kapas, dimana dalam pengembangan usahanya banyak melakukan terobosan dengan melakukan kerjasama, menjalin kemitraan dengan pihak lain, Jalinan kerjasama yang telah dibina oleh PT. Nusafarm Intiland Corp yaitu menjalin kerjasama dengan petani yang ada diwilayah kerja PT. Nusafarm Intiland Corp yaitu di Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya.
Tabel 1.2. Rata-rata areal, produksi dan produktivitas kapas berbiji di Jawa Timur dari tahun 1998 sampai dengan 2002
Tahun | Luas Areal | Produksi Kapas Berbiji (ton) | Produktivitas Kapas Berbiji (ton/ha) |
1998 | 3627,25 | 362,14 | 0,09 |
1999 | 1969,50 | 161,50 | 0,08 |
2000 | 964,25 | 116,83 | 0,12 |
2001 | 1503,25 | 322,72 | 0,21 |
2002 | 1712,25 | 477,87 | 0,28 |
Sumber : Direktorat Industri Tekstil,Depperindag 2002
Dari tabel di atas terlihat bahwa produktivitas serat kapas di Jawa Timur sangat rendah yakni berkisar antara 0,08-0,28 ton/ha, sementara terdapat kesenjangan hasil jika dibanding dengan hasil penelitian yang dapat mencapai produksi kapas berbiji antara 0,85–2,2 ton/ha pada pola tumpangsari kapas.
Pengembangan program kemitraan yang bertujuan untuk meningkatkan produksi kapas sekaligus untuk meningkatkan pendapatan petani memerlukan adanya adopsi yang benar agar menghasilkan produksi yang optimal. Untuk melaksanakan hal ini diperlukan kesadaran petani, tinkat adopsi bukan menjadi hambatan dalam optimalisasi produksi pertanian namun sebagai tantangan dari permintaan pasar yang berharap muncul varietas unggul khususnya komoditi kapas
Tingkat adopsi petani pada umumnya heterogen, banyak yang belum baik, namun ada juga yang sudah baik, jika program kemitraan yang terjalin dengan perusahaan sudah baik. tingkat adopsi pada berbagai kegiatan pertanian perlu diketahui apa masih harus diperbaiki dalam melaksanakan program kemitraan ini.
Berdasarkan uraian diatas maka dirasa perlu meneliti tentang pola kemitraan yang dikembangkan petani kapas dengan PT. Nusafarm Intiland corp Indonesia.
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment