Analisis Permintaan Kedelai Indonesia (PRT-8)

Bookmark and Share
BAB I 
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Dari hasil studi yang dilakukan oleh FAO memberikan gambaran bahwa laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang yang membawa dampak kepada peningkatan kemakmuran akan terus berlanjut paling tidak sampai tahun 2000.  Konsekuensinya ialah makin bertambah-cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein nabati maupun hewani seperti susu, telur, tempe dan daging (BULOG, 1992). 

Kedelai merupakan sumber protein nabati yang tinggi serta sumber lemak, vitamin dan mineral yang sering dikonsumsi masyarakat dalam negeri. Tanaman kedelai telah lama diusahakan di Indonesia. Dipulau Jawa dan Bali sudah ditanami sejak tahun 1970. Sebagai bahan makanan kedelai bernilai gizi tinggi dari tanaman kacang-kacangan lainnya.
 Dewasa ini kebutuhan kedelai semakin meningkat tiap tahunnya. Di akhir Pelita I yaitu tahun 1973, Indonesia mengekspor sekitar 26 ribu ton kedelai. Namun tahun tahun berikutnya, produksi yang dicapai tidak mampu mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi kedelai baik masyarakat maupun industri menuntut pemenuhan permintaan kedelai sedangkan produksi kedelai dalam negeri semakin menurun dan belum mampu memenuhi permintaan kedelai sehingga dibutuhkan kedelai impor untuk menutup permintaan kedelai dalam negeri.

 
Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan kedelai, menurut Ir Rahmat Rukmana dan Yuyun Yuniarsih (1996), adalah konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku kedelai. 

Angka konsumsi kedelai dalam negeri cukup besar. Ada kecenderungan angka konsumsi meningkat sejalan dengan pertambahan populasi penduduk. Kebutuhan kedelai tahun 2002 mencapai 1,2 juta ton, di mana 60% (720.000 ton) dipasok melalui Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) dan selebihnya dipasok dari luar Kopti (Swastoko, 1997). 
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional meningkat dari tahun ke tahun, produksi dalam negeri masih relatif rendah dan memiliki kecenderungan terus menurun.  Hal ini menyebabkan ketergantungan akan kedelai impor terus berlangsung dan memiliki kecenderungan terus meningkat.  Seperti yang terlihat dalam Gambar 1, puncak impor tertinggi tercatat untuk tahun 1996 sebesar 743 ribu ton, suatu peningkatan impor sebesar 50% dari tahun sebelumnya (496 ribu ton).  Sementara itu angka impor terendah selama kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1993 yaitu sebesar 700 ribu ton.  Secara keseluruhan selama kurun waktu tersebut kecenderungan impor kedelai nasional menunjukkan peningkatan sebesar 8,59%. 
 Dengan mengacu latar belakang permasalahan diatas, maka perlu diteliti mengenai Analisis Permintaan Kedelai Di Indonesia serta proyeksinya dimasa yang akan datang.
 Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment