Kajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Sebagai Pendekatan Wilayah Dan Pemberdayaan Masyarakat Kota ... (PRT-9)

Bookmark and Share
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berdasarkan perubahan lingkungan strategis dan gejolak faktor eksternal, yaitu terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, terbangun wacana memposisikan sektor pertanian sebagai andalan atau penggerak utama pembangunan nasional. Terdapat justifikasi empirik yang cukup kuat untuk memposisikan sektor pertanian (agribisnis) sebagai basis pembangunan nasional sebagai berikut: 

1.                  Akibat dampak krisis, ekonomi nasional mengalami kontraksi sebesar 13,68 persen pada tahun 1998, sementara sektor pertanian tetap tumbuh sebesar 0,22 persen.
2.                  Pada tahun yang sama (1998), terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2,13 persen atau 6.429.530 orang, sedangkan sektor pertanian mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebesar 432.350 orang.
3.                  Sektor pertanian berpotensi progresif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang diindikasikan oleh senjang produktivitas sebesar 35,6 persen, pemanfaatan sumberdaya lahan relatif masih rendah sekitar 32,3 persen dan pemanfaatan potensi perairan sekitar 46,7 persen.
4.                  Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam mengatasi permasalahan struktural pembangunan nasional yang ditunjukkan oleh kontribusi kedua terbesar 18,84 persen dalam pembentukan GDP nasional, dominan dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 45,0 persen, produktivitas sektor pertanian yang relatif masih rendah (25 persen produktivitas sektor non pertanian), dan masih besarnya pengangguran di daerah pedesaan.
5.                  Sektor pertanian memiliki kemampuan artikulatif yang tinggi, dimana pangsa pengeluaran konsumsinya 48,01 persen lebih tinggi diban-dingkan rumah tangga non-pertanian, elastisitas pengeluarannya juga lebih besar, dan semua sub-sektor dalam lingkup pertanian termasuk dalam katagori penyerapan tenaga kerja sedang sampai tinggi.
6.                  Agroindustri kecil yang bergerak di sektor makanan, perikanan dan peternakan merupakan sektor komplemen yang dapat dikembangkan untuk mengartikulasikan sektor pertanian dan merupakan pilar strate-gis pembangunan sektor pertanian andalan. Sektor komplemen ini memiliki intensitas penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan produk yang dihasilkan memiliki pangsa dan elastisitas yang tinggi bagi keluarga tani. 
 
Pembangunan pertanian di masa sekarang cukup kompleks. Antara lain jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah sekitar 1,6% pertahun, pertanian masih dicirikan oleh usaha sekala kecil yang dilaksanakan berjuta-juta petani, peternak dan nelayan, jauh dari pendapatan di sektor lainnya. Menyadari kondisi seperti ini yang diikuti tekat untuk meningkatkan kesejahteraan petani Pemerintah melalui Departemen Pertanian mempunyai kebijakan yaitu peningkatan ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan dan pengembangan Agribisnis, dengan membangun keunggulan kompetitif sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah 

Pengembangan agribisnis merupakan hal penting karena nilai tambah dari semua rangkaian produksi pertanian tercipta pada subsistem budidaya, pemasaran dan pengolahan atau agroindustri pedesaan dapat menjadi fase transisi menuju tranformasi struktural pertanian keproduksi pertanian sesungguhnya. Dalam pengembangan komoditi wilayah harus didasarkan atas keunggulan komparatif lokasi, dengan demikian produk-produk pertanian yang mempunyai karaktristik khusus harus mempunyai orentasi pengembangan yang lebih baik dan manajemen yang tepat untuk mencapai efisiensi yang maksimal (Panggabean, 2000).

Pembangunan nasional berwawasan agribisnis perlu difasilitasi sedikitnya oleh dua strategi dasar yaitu: Pendekatan agropolitan dalam pengembangan agribisnis dan Restrukturisasi dan konsolidasi agribisnis. Disamping itu, dalam operasionalisasinya paradigma pembangunan nasional berbasis agribisnis juga perlu difasilitasi dengan sejumlah kebijaksanaan strategis pengembangan agribisnis. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat diselaraskan dimensi pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan pembangunan dalam arti luas. 

Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan. Bagi pembangunan wilayah pedesaan dibutuhkan pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai pusat pasar, pelayanan dan pemukiman penduduk, dan sebagai unsur strategis perencanaan dan pemukiman penduduk, dan sebagai unsur strategis perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pedesaan. Pendekatan pengembangan wilayah pedesaan ini menekankan pada keswadayaan dan kemandirian pembangunan pada tingkat teritorial kecil terkelola. Dimensi utamanya adalah peningkatan produksi melalui diversifikasi ekonomi, perluasan perdagangan wilayah dan antar wilayah, peningkatan kualitas hidup, penerapan prinsip-prinsip sumberdaya dan kemandirian. 

Pembangunan wilayah dan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui pendekatan agropolitan dinilai strategis dalam pengembangan komoditas pertanian berwawasan agribisnis dengan sasaran tercapainya sinergi pengembangan antar sektor dan secara spasial antar desa dan kota dalam mendukung program pengembangan di sektor pertanian. Konsep agropolitan pada dasarnya adalah pengembangan wilayah yang terkelola (Manageble) dengan luasan sekitar 30.000 hektar dan berpenduduk maksimum 600.000 orang. Daerah pedesaan dikembangkan berdasarkan pewilayahan komoditas unggulan utama yang menghasilkan bahan baku pengembangan agroindustri di daerah perkotaan. Struktur agroindustri harus mampu menjamin efisiensi dan daya saing serta bersifat kompetitif.

Dalam pendekatan agropolitan wilayah pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal melalui kebijaksanaan perkreditan dan perpajakan. Satuan usaha pengembangan diorganisasikan ke dalam koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dengan mempertimbangkan konsepsi pengembangan seperti, Perkembangan kelembagaan usaha dilakukan melalui pengembangan sistem insentif (Effendi, 2003).

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, perubahan paradigma pendekatan pembangunan harus dilakukan. Pembangunan nasional yang cenderung memfavoritkan pembanguan perkotaan sebagai satu-satunya mesin pertumbuhan (Engine of development) yang handal harus direvisi kembali. Pembangunan pedesaan harus didorong guna mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi. Sejalan dengan itu, pembangunan sumberdaya manusia harus selaras dan seimbang dengan pembangunan fisik atau wilayah. Karena itu, mengacu pada latar belakang di atas maka "Pengembangan Kawasan Agropolitan Sebagai Pendekatan Wilayah dan Pemberdayaan Masyarakat Pertanian" merupakan suatu alternatif solusi pengembangan sektor pertanian yang perlu mendapatkan orentasi perhatian dari berbagi pelaku pembangunan pertanian di Indonesia.

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment