Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Bopo, Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Pada Bank Bumn Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2011 (KE-56)

Bookmark and Share


Lembaga keuangan yang terlibat dalam suatu pembiayaan pembangunan ekonomi dibagi dua yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank (LKBB).Bank menurut undang-undang perbankan dibedakan menjadi dua jenis yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan LKBB merupakan lembaga pembiayaan yang dalam kegiatan usahanya tidak melakukan penghimpunan dana dan memberikan jasa.
Perbankan, terutama bank umum merupakan suatu lembaga keuangan yang sangat penting peranannya dalam sebuah kegiatan ekonomi dan perdagangan karena melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank, maka dapat melayani berbagai kebutuhan pada berbagai sektor ekonomi dan perdagangan, sehingga bisa dikatakan bahwa bank terutama bank umum merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara.
Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut bank untuk meningkatkankinerjanya agar dapat menarik investor. Investor sebelum menginvestasikan dananya memerlukan informasi mengenai kinerja perusahaan. Pengguna laporan keuangan bank membutuhkan informasi yang dapat dipahami, relevan, andal dan dapat dibandingkan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja bank serta berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (Standar Akuntansi Keuangan,2004).
Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomiansuatu negara memiliki peranan cukup penting, bahkan dalam kehidupanmasyarakat modern sehari-hari, sebagian besar melibatkan jasa dari sektor  perbankan. Hal tersebut dikarenakan sektor perbankan mengemban fungsi utamasebagai perantara keuangan antara unit-unit ekonomi yang surplus dana, denganunit-unit ekonomi yang kekurangan dana. Melalui sebuah bank, dapat dihimpundana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan yang selanjutnya dana yangtelah terhimpun tersebut, oleh bank disalurkan kembali dalam bentuk pemberiankredit kepada sektor bisnis atau pihak lain yang membutuhkan. Semakin berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi perekonomian suatunegara, maka akan membutuhkan pula peningkatan peran sektor perbankanmelalui pengembangan produk-produk jasanya. (Hempel, 1994 dalamBachruddin, 2006).
Struktur perbankan yang sehat dan operasional yang efisien merupakan inti dari semua permasalahan perbankan. Baik buruknya industri perbankan akan banyak ditentukan oleh baik tidaknya struktur yang dibuat dan kebijakan yang efisien, disamping perlu adanya fungsi pendukung yang lain seperti pengawasan dan pengaturan yang efektif. Perbankan merupakan sektor yang paling besar pengaruhnya dalam aktivitas perekonomian masyarakat modern.Munculnya perbankan diharapkan mampu mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan (financial), komersial dan investasi.

Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator.Salah satuindikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungankunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenaipotensi keberhasilan perusahaan dimasa mendatang (Almilia dan Herdiningtyas,2005).
Krisis yang terjadi dalam industri perbankan perlu diantisipasi dandipulihkan, terutama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat baik terhadap bank sebagai sebuah perusahaan atau sistem perbankan secara keseluruhan. Dengan kata lain dapat dikatakan bagaimanapun proses nasionalisasi dilakukan dan berapapun dana yang dikeluarkan untuk penyelamatan atau rekapitalisasi perbankan, hal tersebut tidak akan ada manfaatnya tanpa adanya kepercayaan dan dukungan dari masyarakat. Dalam situasi seperti itu, masyarakat akan menjadi lebih jeli untuk menilai kondisi suatu bank bahkan sistem perbankan secara keseluruhan.
Upaya untuk menghadapi kondisi seperti yang digambarkan di atasmengharuskan setiap perusahaan perbankan mengambil langkah antisipatif.Perusahaan perbankan dituntut menjadi lebih dinamis dalam berbagai hal termasuk meningkatkan kemampuan pelayanan dalam meraih kembali kepercayaan masyarakat yang selama ini menurun. Langkah strategis yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperbaiki kinerja bank. Kinerja bank yang baik diharapkan mampu meraih kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank itu sendiri atau sistem perbankan secara keseluruhan. Pada sisi lain kinerja bank dapat pula dijadikan sebagai tolok ukur kesehatan bank tersebut.
Untuk menilai kesehatan suatu bank dapat diukur dengan berbagai metode. Penilaian kesehatan akanberpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan Bank adalah dengan analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Aspek permodalan meliputi CAR (Capital Adequacy Ratio) , aspek assets meliputi NPL (Non Performing Loan), aspek earning melipuri ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi), aspek likuiditas meliputi LDR (Loan to Deposit Ratio). Aspek-aspek tersebut kemudian dinilai dengan menggunakan rasio keuangan sehingga dapat menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan (Kasmir : 2000).
Adapun ringkasan total aset, laba, dan total dana pihak ketiga pada Bank BUMN di Indonesia selama periode 2004-2011 yang ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1 Ringkasan Total Aset, Total Dana Pihak Ketiga, dan Laba
  Pada Bank BUMN di Indonesia
  (dalam jutaan rupiah)

Tahun
Nama Bank
Indikator
Total Aset
Total DPK
Laba
2004
Mandiri
228.727.465
162.971.908
5.255.631
BNI
129.972.228
102.573.085
2.265.766
BTN
26.647.428
18.534.798
353,709
BRI
100.086.609
78.567.032
3.633.228
2005
Mandiri
241.876.157
180.268.947
603.369
BNI
146.887.306
111.839.269
2.129.538
BTN
27.936.066
18.132.520
418.994
BRI
113.397.161
90.200.748
3.808.587
2006
Mandiri
242.612.663
186.800.146
2.421.405
BNI
156.698.353
125.379.802
1.982.674
BTN
31.392.268
20.705.881
354.575
BRI
140.457.247
112.167.060
4.257.572
2007
Mandiri
303.435.870
235.802.393
4.346.224
BNI
182.007.749
146.424.246
897.928
BTN
36.693.247
24.187.088
400.478
BRI
203.603.934
165.475.256
4.838.001
2008
Mandiri
297.948.327
230.851.367
5.312.821
BNI
178.368.800
140.764.420
1.222.485
BTN
42.798.840
27.997.137
430.552
BRI
219.564.059
175.393.540
5.958.368
2009
Mandiri
344.269.997
277.986.295
6.724.401
BNI
200.898.972
160.029.979
2.464.855
BTN
51.460.269
33.717.574
491.420
BRI
274.392.664
220.081.286
6.530.337
2010
Mandiri
371.907.147
295.874.643
8.851.051
BNI
216.688.635
179.028.060
4.107.656
BTN
63.498.342
41.410.365
805.056
BRI
320.835.587
257.016.954
9.033.594
2011
Mandiri
491.224.513
380.236.178
11.718.334
BNI
289.458.487
224.901.974
5.698.953
BTN
89.253.345
58.649.604
1.105.107
BRI
456.381.943
372.083.736
14.137.036
Sumber : Laporan Keuangan Publikasi BI

Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi Bank persero, Bank umum swasta nasional devisa, Bank umum swasta nasional non devisa, Bank pembangunan daerah, Bank campuran dan Bank asing. Bank yang diteliti dalam penelitian ini adalah Bank BUMN (persero).Alasan memilih Bank BUMN karena Bank BUMN memiliki tingkat kepercayaan nasabah yang lebih tinggi dibandingkan bank swasta.Bank BUMN juga merupakan bank yang mengelola aset-aset negara.Hal tersebut dapat dilihat dari kepemilikan saham yang menunjukkan jumlah saham yang dimiliki oleh negara lebih besar dari yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, Bank BUMN yang terdiri dari Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Tabungan Negara, dan Bank Rakyat Indonesia memiliki total aset, dana pihak ketiga, dan kredit yang cukup besar.
ROA merupakan indikator yang paling penting untuk mengukur kinerja suatu bank.ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam kegiatan operasi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.Sehingga dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan.Tujuan utama operasional Bank adalah mencapai tingkat profitabilitas yang maksimal.ROA penting bagi Bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Selain itu juga, dalam penentuan tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian ROA daripada ROE karena Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat sehingga ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan (Dendawijaya, 2009:119).
Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yangdimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.CAR mencerminkan modal bank, semakin besar CAR maka ROA yang diperoleh bank yang akan semakin besar karena semakin besar CAR maka semakin tinggi kemampuan permodalan bank dalam menjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian kegiatan usahanya sehingga kinerja bank juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi permodalan bank maka bank dapat melakukan ekspansi usahanya dengan lebih aman. Adanya ekspansi usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja keuangan bank tersebut.Jika nilai CAR tinggi (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%) berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasi bank, dan keadaan yang menguntungkan tersebut dapat memberikan kontribusiyang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA) yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).
Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dankemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatanutama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitumenghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatanoperasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Setiap peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Dendawijaya, 2003).
Rasio LDR digunakan untuk mengukur kemampuan bank, dimana bank tersebutmampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya,serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan. LDR adalah rasio antaraseluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap totaldana pihak ketiga. Besarnya jumlahkredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit, sementara dana yang terhimpun banyak maka akanmenyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2004).
Mengingat begitu pentingnya peranan perbankan di Indonesia, maka pihak bank perlu meningkatkan kinerjanya agar tercipta perbankan yang sehat dan efisien.

Tabel 1.2 Perkembangan Indikator Utama Perbankan Periode 2004-2011
(ROA, CAR, BOPO, LDR)

INDIKATOR
TAHUN
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
ROA (%)
3,46
2,6
2,6
2,8
2,3
2,6
2,7
3,03
CAR (%)
19,36
19,5
20,5
19.3
16,2
17,4
17,0
16,05
BOPO (%)
76,7
87,7
86,4
78,8
84,1
81,6
80,0
85,42
LDR (%)
49,97
64,7
64,7
69,2
77,2
74,5
75,5
79.0
Sumber : Laporan Publikasi BI

Berdasarkan tabel1.2 di atas, maka dapat diketahui bahwa secara rata-rata ROA selama periode 2004-2011 telah mencapai standar ukuran bank di Indonesia yaitu di atas 1,5%. Selama periode 2004-2011, ROA hanya mengalami dua kali penurunan yaitu pada tahun 2005 sebesar 0,86% dan pada tahun 2008 sebesar 0,5%.
Diharapkan Bank dapat menjaga atau meningkatkan nilai ROA-nya sehingga akan meningkatkan pula perolehan profitabilitas pada tahun-tahun mendatang. Dan apabila terjadi penurunan nilai profitabilitas maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan fluktuasi (ROA) sehingga dapat segera diatasi guna meningkatkan profitabilitas selanjutnya. ROA perlu dijadikan pedoman dalam mengukur profitabilitas Bank, karena ROA merupakan indikator yang umum digunakan oleh BI sebagai pembina dan pengawas perbankan yang lebih mementingkan aset yang dananya berasal dari masyarakat (Dendawijaya, 2005).Disamping itu karena ROA merupakan metode pengukuran yang obyektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijaksanaan perusahaan terutama perbankan.
Pada tabel 1.2 menunjukkan bahwa CAR sebagai indikator permodalan mengalami fluktuasi selama periode 2004-2011. Pada tahun 2004-2006, CAR mengalami kenaikan sebesar 0,14% pada tahun 2005 dan sebesar 1% pada tahun 2006. Namun pada tahun 2007-2008, CAR mengalami penurunan sebesar 1,2% dan 3,1%. Pada tahun 2009, CAR kembali mengalami kenaikan sebesar 1,2% dan kemudian pada tahun 2010-2011 mengalami penurunan kembali sebesar 0,4% pada tahun 2010 dan sebesar 0,95 pada tahun 2011. Walaupun nilai CAR mengalami fluktuasi selama periode 2004-2011, namun setiap tahunnya nilai CAR berada di atas standar ukuran rasio bank di Indonesia yaitu >8%.
Seperti halnya CAR, pada tabel 1.2 juga menunjukkan nilai BOPO yang tidak tentu arahnya atau dengan kata lain mengalami fluktuasi selama periode 2004-2011.Di tahun 2005, BOPO mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun 2004. Pada tahun 2006-2007, nilai BOPO turun sebesar 1,3% menjadi 86,4% di tahun 2006 dan turun sebesar 7,6% di tahun 2007. Lalu pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 5,3% dengan nilai BOPO mencapai 84,1%. Kemudian pada tahun 2009-2010, kembali terjadi penurunan yaitu sebesar 2,5% di tahun 2009 dan 1,6% pada tahun 2010 dengan nilai BOPO mencapai 80,0%.Pada tahun 2011, nilai BOPO kembali meningkat hingga mengcapai angka 85,42%. Selama periode tersebut, nilai BOPO yang ditunjukkan oleh tabel 1.2 masih memenuhi standar ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu ≤ 93,52%.
Indikator terakhir yang ditunjukkan oleh tabel 1.2 yaitu LDR yang merupakan aspek likuiditas perbankan. Selama periode 2004-2011, nilai LDR hanya mengalami satu kali penurunan yaitu sebesar 2,7% dengan nilai 74,5% pada tahun 2009. Dari data yang ditunjukkan pada tabel 1.3, terlihat bahwa setiap tahunnya selama periode 2004-2011, nilai LDR memenuhi standar ketetapan ukuran rasio keuangan bank di Indonesia yaitu ≤ 110%.

Tabel 1.3 Standar Ukuran Rasio Bank di Indonesia

Rasio
Standar BI
ROA
> 1,5%
CAR
> 8%
BOPO
≤ 93,52%
LDR
≤ 110%
Sumber : Publikasi BI 2010

Beberapa penelitian yang berkaitan denganReturn On Asset (ROA)sebagai proksi dari kinerja keuangan bank memberikan hasil yang berbeda-bedaantara lain :
Hasil penelitian mengenai pengaruhCapital Adequacy Ratio(CAR)terhadapReturn On Asset (ROA) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Hasil penelitian Werdaningtyas (2002) menunjukkan bahwaCapital Adequacy Ratio(CAR) berpengaruh positif signifikan terhadap Return On Asset (ROA).
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Mawardi (2005) yang menunjukkan bahwaCapital Adequacy Ratio(CAR) tidak berpengaruh terhadapReturnOn Asset (ROA).
Hasil penelitian mengenai pengaruhLoan to Deposit Ratio(LDR)terhadapReturn On Asset (ROA) menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian Werdanintyas (2005) menunjukkan bahwaLoan to Deposit Ratio(LDR) berpengaruh negatif signifikan terhadapReturn On Asset (ROA). Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Desfian (2003) dan Mahardian(2008) yang menunjukkan bahwaLoan to Deposit Ratio(LDR) berpengaruh positif signifikan terhadapReturn On Asset (ROA).
Melihat kondisi pada hasil penelitian yang berbeda-beda antara CAR, BOPO, dan LDR terhadap ROA, maka  peneliti  tertarik  untuk melakukan penelitian kembali  yang berjudul“Pengaruh Capital Adequacy Ratio, BOPO, Dan Loan to Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Pada Bank BUMN Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2011”.

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment