Arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan interdependensi dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak pengelolaan ekonomi Indonesia. Dampak ini terasa lagi setelah arus globalisasi ekonomi semakin dikembangkan dengan prinsip liberisasi perdagangan (trade liberalization) yang telah diupayakan secara bersama-sama oleh negara-negara didunia dalam bentuk kerjasama ekonomi regional.
Dalam kerangka hubungan ekonomi dan hubungan perdagangan internasional tersebut maka Indonesia harus dapat menyesuaikan perkembangan ekonomi dunia dan kemantapan sistem perdagangan internasional yang semakin berkembang.
Perdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara. Pada kenyataannya, semua negara melakukan ekspor dan impor dengan negara-negara lain. Perdagangan menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang kepada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang produksinya menggunakan sebagian besar sumberdaya yang berlimpah yang terdapat dinegara yang bersangkutan serta mengimpor barang-barang yang produksinya menggunakan sumberdaya yang langkah dinegara tersebut. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang besar (Krugman,1997:4).
Seperti anggapan para ekonom klasik dan neo klasik bahwa perdagangan tidak hanya dianggap sebagai suatu alat guna mencapai efisiensi produktif, tetapi juga dianggap sebagai mesin pertumbuhan. Keterkaitan antara perdagangan luar negeri dengan pembangunan ekonomi tersebut mendapat perhatian yang besar oleh para ahli ekonomi klasik seperti Ricardo, Smith dan Mill (Jhinggan,1996:417).
Salah satu sektor perdagangan luar negeri yang diharapkan dapat memainkan peranannya dalam proses pembangunan ekonomi adalah ekspor, sebagaimana dikemukakan Panetto (1988:1) bahwa ekspor disamping mendorong peningkatan pendapatan nasional juga menjamin pembayaran jasa-jasa faktor luar negeri dan memeperkuat serta menambah cadangan devisa. Bila cadangan devisa kuat maka stabilitas moneter dapat diwujudkan.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka sangat tergantung pada penerimaan dari perdagangan luar negeri. Seperti yang dijelaskan diawal bahwa arus globalisasi akan membuat perkembangan pasar dunia menjadi begitu cepat, dan menuntut kita untuk terus memperbaiki kinerja perekonomian melalui upaya peningkatan ekspor khususnya ekspor non migas.
Proses transformasi dari ekonomi yang semula bertumpu pada ekspor minyak dan gas menjadi ekspor non migas merupakan hal yang sangat positif. Hal tersebut disebabkan adanya ketergantungan yang besar terhadap penerimaan dari ekspor migas yang menimbulkan dua kerawanan. Pertama, ketidakstabilan harga minyak mengakibatkan kesulitan penyesuaian makro ekonomi jangka pendek. Kedua, penyerapan domestik atas keuntungan dan perolehan minyak dapat menimbulkan masalah struktural jangka menengah.
Upaya peningkatan ekspor non migas baik produk manufaktur maupun produk primer dijadikan program nasional. Keterbukaan ekonomi serta pelaksanaan pembangunan yang lebih mengandalkan ekspor dalam perdagangan internasional pada posisi yang sangat penting, maka ekspor non migas harus memilki kekuatan yang tangguh yang didukung dengan sektor yang lain yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
Pertumbuhan ekonomi yang terdiri dari struktur ekonomi dalam suatu daerah/negara sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya struktur ekonomi yang diekspor negara tersebut. Pada umumnya, besar ekspor suatu negara tidak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dinegara pengekspor, tetapi lebih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi mitra dagangnya, seperti dalam hal pendapatan perkapita.
Hal itu terlihat seperti grafik dibawah ini yang menunjukkan hubungan antara PDRB Sulawesi Selatan dengan Net Trade FlowSulawesi Selatan periode 2006-2009 dibawah ini. Dari data yang ada memperlihatkan bahwa kontribusi Net Trade Flow berfluktuasi dan tidak signifikan terhadap PDRB Sulawesi Selatan. Net Trade Flow Sulawesi Selatan pada tahun 2006 berjumlah Rp 13.911.582.034.900 mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 23.038.840.487.198, akan tetapi kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 sampai 2009 berturut –turut menjadi sebesar Rp.13.534.856.879.550 dan Rp.6.196.980.935.400 hal ini disebabkan karena pengaruh dari krisis keuangan global.
Seperti yang dikemukakan (Sukirno,1995:98) bahwa besarnya ekspor impor sangat ditentukan oleh proporsi dari nilai GDP (Gross Domestik Produk) untuk nasional dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) untuk daerah. Misalnya, kenaikan pendapatan perkapita di Jepang akan meningkatkan ekspor Indonesia ke Jepang dan meningkatkan kedatangan wisatawan Jepang ke Indonesia. Sebaliknya, adanya resesi di Jepang akan menurunkan ekspor Indonesia ke Jepang dan juga mengurangi datangnya wisatawan Jepang. Lain halnya dengan ekspor, impor lebih bergantung pada tingkat pertumbuhan PDB disuatu negara. Misalnya, jika PDB Indonesia mengalami peningkatan maka impor akan cenderung menurun, tetapi jika PDB mengalami penurunan maka impor ini disebut “fungsi impor” atau import function.
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Tinbergen, 1962 melalui pendekatan gravity model bahwa perdagangan internasional dipengaruhi oleh pendapatan nasional masing-masing negara mitra dagang. GDP dari negara eksportir mengukur kapasitas produksi negara tersebut, sementara negara GDP negara importir untuk mengukur kapasitas absorsi. Kedua variabel tersebut diperkirakan memiliki hubungan positif dengan perdagangan (Kalbasi,2001).
Selain GDP, kegiatan ekspor impor juga dipengaruhi oleh nilai tukar .Misalnya, apresiasi nilai tukar rupiah akan menghambat ekspor, sebaliknya depresiasi akan mendorong ekspor.
Kemantapan sistem perdagangan internasional tidak lepas dari fungsi pelabuhan. Pelabuhan dalam hal ini merupakan sarana yang riil dalam memperlancar arus perdagangan internasional apakah itu kegiatan ekspor maupun impor. Pelabuhan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan mobilitas ekonomi sosial antar daerah dan antar negara. Kegiatan bongkar (unloaded)dan muat (loaded) baik barang dan kendaraan yang dilakukan dipelabuhan tentunya memberikan kontribusi positif bagi PDRB suatu daerah atau negara.
Sebagai kota maritim, Makassar didukung infrastruktur Pelabuhan Soekarno – Hatta yang terbesar di Kawasan Timur Indonesia ( KTI ).Pelabuhan Soekarno Hatta merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan arus barang baik itu impor maupun ekspor di wilayah pantai timur Indonesia yang aktif dalam perdagangan internasioanal. Pelabuhan Soekarno - Hatta juga merupakan pelabuhan internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang luas serta merupakan simpul dalam jaringan laut transportasi internasional.
Mengingat salah satu fungsi Pelabuhan Soekarno Hatta layaknya fungsi sebuah pelabuhan pada umumnya adalah sebagai tempat oleh kapal dagang dalam pelayaran yang singgah untuk memuat atau membongkar muatannya. Oleh karena itulah maka arus bongkar muat barang (arus kontainer) yang masuk kedalam Pelabuhan Soekarno-Hatta dijadikan sebagai salah satu variabel dalam penulisan ini.
Harmonisasi dan kelancaran bongkar muat merupakan substansi bagi perkembangan pelabuhan di Indonesia termasuk pelabuhan Soekarno Hatta. Pengaturan kelancaran arus barang di Pelabuhan Soekarno Hatta merupakan bagian dari kemantapan sistem perdagangan internasioanal melalui Pelabuhan Soekrno - Hatta, dimana kelancaran arus barang ini berimplikasi terhadap peningkatan nilai ekspor dan impor Indonesia di Pelabuhan Soekarno - Hatta. Dimana kegiatan bongkar barang mempengaruhi kegiatan impor dan sebaliknya kegiatan muat barang mempengaruhi kegiatan ekspor. Semakin banyak bongkar barang yang dilakukan artinya semakin tinggi jumlah impor barang tersebut. Sebaliknya, semakin banyak muat barang yang dilakukan artinya semakin tinggi jumlah ekspor barang tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tabel mengenai hubungan antara total ekspor impor dengan kegiatan arus bongkar muat barang.
Secara umum, kegiatan ekspor dan impor non migas Sulawesi Selatan dari berbagai negara masih didominasi oleh lima kelompok komoditi andalan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan kelompok komoditi nikel, coklat, garam, belerang dan dapur, olahan makanan hewan dan kayu serta barang dari kayu memberikan kontribusi paling besar terhadap total ekspor non migas Sulawesi Selatan periode 2005-2009.
Berdasarkan uraian- uraian diatas, maka untuk melihat hubungan dari hal-hal tersebut, penelitian ini mencoba untuk menelaah mengenai :
Analisis Net Trade Flow Non Migas Sulawesi Selatan Peroide 1995-2009
(Studi Kasus : Arus Barang Pelabuhan Soekarno - Hatta Makassar)
Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment