LARANGAN MEMBERIKAN WARISAN KEPADA ORANG KAFIR DAN SEBALIKNYA

Bookmark and Share



Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhu. bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 

"Seorang muslim tidak mewarisi seorang kafir dan seorang kafir tidak mewarisi seorang muslim," (HR Bukhari [6764] dan Muslim [1614]). Dalam bab ini terdapat juga hadits dari Abdullah bin Umr, Jabir, Dan Abdullah bin Abbas radhilallahu 'anhu.

Dari hadits diatas , maka ada beberapa kandungan yang dapat diambil :

1. Perbedaan agama merupakan penghalang hak pewarisan. Dan barangsiapa membolehkan seorang muslim menerima warisan dari ahlul kitab dan mengkiyaskan dengan bolehnya menikahi ahli kitab, maka ini adalah qiyas yang salah dan bertentangan dengan nash.

 2. Jika seorang kafir masuk Islam sebelum dibagikannya warisan, maka ia tidak menerima warisan. Karena warisan berhak dimiliki dengan kematian orang yang mewariskan. Sedangkan ketika itu ia masih kafir. Dengan demikian saat itu ada penghalang yang menghalanginya untuk menerima warisan. Bentuk masalahnya adalah jika seorang meninggal dunia sedangkan ia meninggalkan dua orang anak, seorang muslim dan seorang kafir. Lalu anak yang kafir tersebut masuk Islam sebelum harta warisan dibagikan.

3. Dua orang yang berlainan agama tidak saling mewarisi meskipun keduanya kafir.

Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitabnya Nailul Authar (6/194) : 
"Dan kesimpulannya hadits-hadits bab memutuskan bahwa seorang muslim tidak mewarisi dari seorang kafir, baik kafir harbi, dzimmi, ataupun murtad. Tidak boleh dikhususkan darinya kecuali dengan dalil."
Zhahir dari ucapan beliau, "Dua orang yang berlainan agama tidak saling mewarisi." adalah seorang pemeluk agama kafir dari pemeluk agama kafir yang lain. Ini yang dikatakan oleh al-Auza'i, Malik, Ahmad, dan al-Hadawiyah. Adapun jumhur membawakan maksud dua millah di sini adalah Islam dan Kafir. Tidak samar lagi jauhnya pendapat itu. Adapun dalam masalah hak warisan seorang yang murtad terdapat pendapat-pendapat lain selain yang kami sebutkan di atas.

[Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, oleh Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, , atau "Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah", terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/445-453].
______________

Bolehkah Seorang Muslim Mewarisi Harta Orang Tuanya yang Kafir?

Asy-Syaikh Abdullah bin Mar’i hafizhohullah ditanya : Apakah boleh seorang anak yang muslim memanfaatkan harta ayahnya yang kafir sepeninggalnya, sedangkan ayahnya tidak mempunyai pewaris?

Maka beliau menjawab :
Seorang muslim tidak mewarisi seorang yang kafir dan tidaklah seorang kafir mewarisi seorang muslim, sebagaimana tersebut dalam hadits shahih dari Usamah radhiyallahu ‘anhu.

Setelah uang itu menjadi milik negara, dia menghadap ke kas negara -kalau memang mereka orang-orang yang baik- menyindirkan keadaannya sebagai seorang muslim fakir yang membutuhkan harta, sehingga kas negara akan memberikan uang negara kepadanya dari sejumlah yang mereka anggap tepat untuknya.

Adapun kalau kas negara tidak ada atau dia ketahui bahwa harta peninggalan tersebut kalau diserahkan maka tidak akan sampai ke kas negara atau tidak akan dibagikan secara benar, maka sebagian ulama mengatakan: Dia bagikan harta tersebut kepada kaum muslimin yang berhajat, lalu kalau memang dia termasuk orang yang berhajat maka dia juga ikut mengambil sebagiannya. Dia mesti kembali kepada ulama, sehingga ulama akan menunjukkan ke mana semestinya dia mengarahkan harta tersebut, apakah untuk kemaslahatan umum atau khusus sesuai dengan pertimbangan maslahat syar’i.

[Diambil dari buku Bingkisan Ilmu dari Yaman untuk Muslimin Indonesia (Transkip Daurah Islamiyah Nasional, 01-08 Juli 2005 Yogyakarta bersama Asy Syaikh Abdullah Bin Umar Bin Mar'i dan Asy Syaikh Salim Bamuhriz), penerbit: Cahaya Tauhid Press, hal. 245]




Sumber : http://alislamu.com/larangan/114-dalam-harta-warisan/2998-larangan-memberikan-warisan-kepada-orang-kafir-dan-sebaliknya.html

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment