MENGENAL KITAB TANBIHUL GHAFILIN DAN PENGARANGNYA

Bookmark and Share



Bismillah,
Kitab Tanbihul Ghafilin bi Ahaditsi Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin (peringatan bagi orang-orang yang lalai dengan hadits-hadits dari Penghulu para Nabi dan Rasul) merupakan buah karya Abul Laits as-Samarqandi yang dikenal dengan julukan Imamul Huda.[ Tanbihul Ghafilin hal. 7 dengan tahqiq as-Sayyid al-’Arabi, Maktabah al-Iman di Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1415H/1994M.]

Al-Imam adz-Dzahabi [2] di dalam Siyar A’lamin Nubala’ 16/322-323 membawakan biografi beliau :

“Al-Faqih (seorang ahli fiqh), al-Muhaddits (ahli hadits), Abul Laits Nashr bin Muhammad bin Ibrahim as-Samarqandi al-Hanafi (bermadzhab Hanafi), pengarang kitab Tanbihul Ghafilin. Ia juga memiliki kitab al-Fatawa.
Beliau meriwayatkan dari Muhammad bin al-Fadhl bin Unaif al-Bukhari [3] dan sekumpulan perawi lain.


Di dalamnya (yaitu tanbihul Ghafilin) tersebar luas hadits-hadits palsu.
Meriwayatkan darinya Abu Bakr Muhammad bin ‘Abdur Rahman at-Tirmidzi [4] dan selainnya
Aku menukil tarikh wafatnya dari tulisan tangan al-Qadhi Syihabid Din Ahmad bin ‘Ali bin ‘Abdil Haq – semoga Allah menguatkannya – pada Jumadal Akhir tahun 375H.”

Di dalam kitab beliau yang lain, yaitu Tarikhul Islam 8/420, beliau menyebutkan :
“Dan dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin terdapat banyak sekali hadits palsu”

Abul Fadhl al-Ghummari berkata dalam al-Hawi (3/4):
“Dan kitab Tanbihul Ghafilin mengandung hadits-hadits lemah dan palsu. Tidak layak dibaca oleh orang awam yang tidak mengenali antara yang shahih dan yang palsu” [5]

Syaikhul Islam ibn Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Talkhisul Istighatsah (1/73) memasukkannya dalam kategori penulis yang “tidak mengenal yang shahih dari yang lemah/saqim. Tidak pula pada mereka kepakaran terhadap apa yang diriwatkan dan dinukil. Mereka juga tidak memiliki kepakaran mengenai para perawi yang menukilkan riwayat. Bahkan mereka menggabungkan apa yang mereka riwayatkan antara yang shahih dan yang dhaif. Dan mereka tidak membedakan antara keduanya. [6]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya mengenai kitab Bada’i'uz Zuhur, Ar-Raudhul Fa-iq dan Tanbihul Ghafilin:
Beliau menjawab:
….. sedangkan Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang berisi nasihat yang pada umumnya banyak mengandung hadits-hadits dhaif bahkan kadang palsu. Di dalamnya juga terdapat hikayat-hikayat yang tidak shahih dimana penulisnya ingin menggunakannya untuk melembutkan hati dan menjadikan mata menjadi menangis. Akan tetapi hal ini bukanlah cara yang benar, karena nasihat-nasihat yang ada dalam Kitabullah dan yang shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah cukup sehingga tidak perlu lagi bagi kita untuk menasihati orang-orang dengan sesuatu yang tidak shahih baik yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maupun yang disandarkan kepada kaum-kaum yang shalih yang kadang mereka salah dalam pendapat mereka yang berupa ucapan atau perbuatan. Memang dalam kitab ini terdapat hal-hal yang tidak dipermasalahkan, namun demikian saya tidak menasihatkan untuk membacanya kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan faham serta bisa membedakan antara hadits-hadits yang shahih, dhaif dan mauquf. [7]

Sekarang, alhamdulillah, telah terbit kitab Tanbihul Ghafilin yang telah ditahqiq oleh Abu Ahmad as-Sayyid al-’Arabi bin Ahmad bin Husain. Pentahqiq menyebutkan status hadits-hadits yang ada dalam kitab ini di mana sejumlah besar darinya terdapat hadits-hadits lemah, sangat lemah, dan palsu. Sebagiannya lagi tidak beliau ketemukan sumbernya. Hadits yang seperti ini keadaannya tidak bisa dijadikan hujjah. Ia kembali ke hukum asal bahwa dia adalah lemah sampai datang bukti, yaitu sanadnya bahwa hadits tersebut shahih.

Kitab rujukan yang jauh lebih baik dalam bab ini adalah Riyadhus Shalihin karya al-Imam an-Nawawi rahimahullah. Beliau berkomitmen, sebagaimana dalam muqaddimahnya, untuk tidak menyebutkan melainkan hadits yang shahih [8]. Hasilnya, jumlah hadits yang lemah dalam kitab tersebut sangat sedikit, tidak lebih dari 3%. [9]


LAGI TENTANG KITAB TANBIHUL GHAFILIN

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya mengenai Ar-Raudhul Fa-iq dan Tanbihul Ghafilin

Beliau menjawab :
Saya tidak mengetahui tentang kitab ar-Raudhul Fa-iq, sedangkan Tanbihul Ghafilin adalah kitab yang berisi nasihat yang pada umumnya banyak mengandung hadits-hadits dhaif bahkan kadang palsu. Di dalamnya juga terdapat hikayat-hikayat yang tidak shahih dimana penulisnya ingin menggunakannya untuk melembutkan hati dan menjadikan mata menjadi menangis. Akan tetapi hal ini bukanlah cara yang benar, karena nasihat-nasihat yang ada dalam Kitabullah dan yang shahih dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah cukup sehingga tidak perlu lagi bagi kita untuk menasihati orang-orang dengan sesuatu yang tidak shahih baik yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam maupun yang disandarkan kepada kaum-kaum yang shalih yang kadang mereka salah dalam pendapat mereka yang berupa ucapan atau perbuatan. Memang dalam kitab ini terdapat hal-hal yang tidak dipermasalahkan, namun demikian saya tidak menasihatkan untuk membacanya kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan faham serta bisa membedakan antara hadits-hadits yang shahih, dhaif dan mauquf.
[Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 26/364-365]


___________
FooteNote :
[1] Tanbihul Ghafilin hal. 7 dengan tahqiq as-Sayyid al-’Arabi, Maktabah al-Iman di Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1415H/1994M.

[2] Beliau adalah Syamsuddin Muhammad bin ‘Utsman bin Qaimaz At-Turkumani Al-Fariqi Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i yang lebih masyhur dengan Adz-Dzahabi (673H-747H). Di antara gurunya adalah Syaikhul Islam ibn Taimiyyah, al-Hafizh al-Mizzi, dan al-Hafizh al-Barzali. Di antara muridnya adalah al-Hafizh ibn Katsir, al-Hafizh ibn Rajab, Tajuddin as-Subki, dll. Ibn Katsir berkata: “Beliau adalah Syaikh al-Hafizh al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin ……beliau adalah penutup syuyukh hadits dan huffazhnya.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, XIV:225). Tajuddin as-Subki berkata, “Beliau adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliau melihat dan mengungkapkan seja mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101), dan masih banyak pujian ‘ulama mengenai beliau.

[3] Dia meriwayatkan dari Hasyid bin ‘Abdillah dengan sanad yang bersih dan disandarkan kepada Nabi: “Qiyamullail wajib ke atas penghafal al-Qur’an”, padahal hadits ini palsu (Lisanul Mizan karya al-Hafizh ibn Hajar al-Asqalani, 7/441/7306)

[4] al-Faqih al-Hanafi (320H-380H) – al-Kamil fit Tarikh. Dia ini majhulul hal (tidak dikenal keadaannya).

[5] Kutipan dari Kutub Hadzara minhal ‘Ulama 2/199 karya asy-Syaikh al-Allamah Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman.

[6] Mauqi’ Al-Islam Sual wa Jawab (www.islamqa.com/ar/ref/8433/doc), lihat juga kutub hadzara minhal ‘Ulama 2/199.

[7] Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 26/364-365, terjemahan dari http://amaz95.wordpress.com/2010/09/08/kitab-tanbihul-ghafilin/

[8] Riyadhus Shalihin, hal. 7, tahqiq Dr. Mahir bin Yasin bin Fahl, cetakan Dar ibn Katsir, cetakan pertama, 1428H/2007M.

[9] Muqaddimah pentahqiq kitab al-Adzkar an-Nawawiyyah, yaitu Syaikh Amir bin Ali Yasin edisi Indonesia dengan judul Ensiklopedia Dzikir dan Do’a, hal. 50, cetakan Pustaka Sahifa, cetakan pertama, 1428H/2007M.

Sumber : 
http://www.ibnothaimeen.com/
http://www.islamlight.net/
http://ibnabid.wordpress.com/2012/01/14/mengenal-kitab-tanbihul-ghafilin-dan-pengarangnya/

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment