TEKNOLOGI BUDIDAYA UBIKAYU MENGGUNAKAN
PUPUK HAYATI MIKORIZA
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto
JI. Raya Dukuhwaluh PO Box 202 Purwokerto 53182
ABSTRAK
Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan teknologi pemupukan menggunakan pupuk
hayati mikoriza pada budidaya ubi kayu, memberikan pengertian pada petani bahwa dampak negatif
menggunakan pupuk kimiawi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi budidaya ubi kayu. Hasil dari
kegiatan ini diharapkan bermanfaat untuk mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimiawi
yang harganya relatif mahal, mengurangi biaya pengadaan pupuk dengan cara aplikasi
inokulumyang cukup dilakukan satu kaliuntuk beberapa musim tanam. Kegiatan dilakukan
melaluipelatihan dan demo plot.
Hasil dari kegiatan mendapatkan respon yang positif dari para petani. Akan tetapi untuk
pemberian pengertian pada petani tentang dampak negatif penggunaan pupuk kimiawi membutuhkan
waktu dan bukti nyata. Hasil dari kegiatan yang lain adalah bahwa penggunaan pupuk hayati
mikoriza dapat memberikan respon positif pada tanaman ubi kayu baik pada pertumbuhan maupun
hasil, serta memberikan dampak positif pada reklamasi lahan pertanaman ubi kayu secara
berkelanjutan. Sedangkan peningkatan efektifitas dan efisiensi budidaya ubi kayu menggunakan
pupuk hayati mikoriza terbukti dengan nilai produksi yang kurang lebih hampir samadengan
produksi menggunakan pupuk kimiawi, terutama bila dilakukan dengan secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil tersebut di atas disarankan untuk melakukan kegiatan lanjutan berupa
pembinaan pada petani dalam halproduksi inokulum pupuk hayati mikoriza, serta budidaya aubi
kayu ke arah pertanian organik dengan memanfaatkan potensi pupuk hayati mikoriza itu sendiri.
Selain itu dapat diupayakan memproduksi inokulum mikoriza untuk skala komersial, sekaligus
menyebarluaskan pada petani ubi kayu di wilayah lain.
PENDAHULUAN
Ubi kayu pertama kali dikenal sebagai salah satu bahan pangan pokok. Seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi di bidang teknologi pengolahan hasil pertanian, kondisi ini berubah
dengan munculnya penganekaragaman pangan. Pemanfaatan umbi ubi kayu sudah lebih beragam lagi,
antara lain dimanfaatkan untuk produk bahan makanan camilan maupun diproses lebih lanjut untuk
menghasilkan tepung tapioka, tepung aci, serta untuk keperluan skala industri yang lebih luas dan
membutuhkan teknologi yang lebih canggih.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa permintaanakan ubi kayu jelas semakin meningkat,
selain karena adanya penganekaragaman pengolahan produk, juga jumlah masyarakat yang semakin
meningkat. Hal ini juga yang mendasari beberapa kelompok tani di Desa Pucungbedug, Kecamatan
Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara untuk memilih melakukan budidaya ubi kayu sebagai
alternatif pengusahaan tanaman di lahan pertanian mereka. Mereka sudah melakukan budidaya dalam
luasan areal yang cukup luas, bahkan ada yang mengistilahkannya sebagai hutan ubi kayu.
Kenyataan juga menunjukkan perkembangan industri-industri yang membutuhkan ubi kayu
dalam jumlah besar antara lain industri tepung tapioka atau tepung aci, di wilayah Desa Bawang,
Banjarnegara, maupun di Desa Gumelar, Cilacap. Selain itu juga industri getuk goreng di Sokaraja,
Banyumas. Industri-industri seperti ini membutuhkan pasokan yang terus menerus setiap harinya,
sehingga permintaan harus diimbangi dengan pengadaan ubi kayu tang kontinyu. Dalam menyikapi
hal ini petani mengupayakan produksi dengan hasil yang maksimal, antara lain dengan cara
memberikan masukan berupa pupuk kimia secara besar-besaran dan kadang melebihi dosis anjuran.
Karena kebutuhan unsur hara terus menerus, makapetani juga melakukan pemupukan terus menerus
sepanjang musim tanam. Hal ini dipicu karena memang sifat tanaman ubi kayu itu sendiri yang
cenderung menguras hara tanah, dan bila budidayanya kurang benar bisa menguruskan tanah.
Perlakuan pemupukan yang berlebihan jelas akan menimbulkan dampak negatif, dalam
jangka panjang akan berefek residu pada tanah maupun produk pertanian, merusak ekosistem tanah
dan jelas membutuhkan biaya besar bagi petani sendiri. Oleh karena itu diperlakukan pemasukan
pupuk hayati yang mempunyai resiko kecil pada dampak residu, berwawasan lingkungan, biaya dapat
ditekan karena untuk beberapa kali musim tanam cukup dilakukan sekali aplikasi pupuk jenis ini.
Pupuk hayati mikoriza – berdasarkan bebrapa hasil penelitian pada tanaman ubi kayu – ternyata
menunjukkan respon yang positif. Teknologi pemupukan dengan menggunakan pupuk hayati
mikoriza telah dicoba untuk ditransfer pada kelompok tani yang melakukan budidaya ubi kayu di
Desa Pucungbedug, Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara. Berdasar uraian tersebut di
atas maka kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan teknologi pemupukan menggunakan pupuk
hayati mikoriza pada budidaya ubi kayu, memberikan pengertian pada petani dampak negatif
penggunaan pupuk kimiawi, serta meningkatkan efektifitas dan efsiensi budidaya ubi kayu dengan
menggunakan pupuk hayati mikoriza.
TINJAUAN PUSTAKA
Mikoriza merupakan asosiasi cendawan tertentu dengan akar tanaman yang membentuk
suatu jalinan interaksi yang kompleks. Cendawan mikoriza mampu menyerang organ-organ tanaman
di bawah tanah, hisup bertahan dengan unsur-unsur organiknya, tetapi sel-sel tanaman akan pulih
kembali dan pada gilirannya akan mempersingkat miselium cendawan (Mulyani, dkk, 1996). Dalam
hubungan ini bagian-bagian tanamanyang ada dibawah tanah (akar tanaman)dan miselium cendawan
seakan-akan membentuk suatu asosiasi,yang seringkali menguntungkan kedua pihak. Hubungan
demikian menjadikan cendawan ini dikenal dengan mikoriza atau cendawan akar.
Lebih jauh Santoso (1989), mengemukakan peranan mikoriza adalah sebagai berikut :
a. Potensi mikoriza nampak lebih jelas pada tanaman ynag tidak memiliki sistem perakaan yang
baik dan juga pada tanaman yang diusahakan padatanah-tanah bermasalah dan miskin unsur hara.
b. Mikoriza dapat menangkal peracunan oleh Al dan konsentrasi H+ yang tinggi.
c. Penggunaan mikoriza mampu menggantikan penggunaan agar pembenah tanah maupun pupuk.
d. Mikoriza meningkatkan kandungan N, K, S, Zn, Cu, Si dan anion-anion.
e. Mikoriza merangsang perkembangan awal bakteri pelraut fosfat pada rizofer.
f. Mikoriza berinteraksi menggunakan dengan jasad renik penambat nitrogen baik yang
bersimbiosis maupun yang hidup bebas. Terhadap jasad renik penyebab penyakit, mikoriza justru
berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar.
Ubi kayu secara fisiologis memiliki perakaran yang kurang berkembang. Akibatnya ubi
kayu menjadi sangat tanggap dan tertolong pertumbuhannya dengan adanya cendawan mikoriza
arbuskula pada sistem perakarannya (Howeler, 1993; Mouse, 1981 dalamSantoso, 1989). Pada
penelitian tersebut pemberian P sebanyak 800 kg/ha pada tanaman yang tidak diinokulasi elum
mampu menyamai hasil tanaman yang hanya diinokulasi dengan cendawan mikoriza arbuskula. Hasil
yang sama antara keduanya dicapai pada aras pemberian P sebesar 1000 kg/ha.
Hasil bebrapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu memiliki ketergantungan
yang cukup tinggi terhadap cendawan mikoriza arbuskula. Percobaan Howeler dan Sierveding,
memperlihatkan pada plot-plot pertanman ubi kayu yang diberi perlakuan sterilisasai lahan untuk
membunuh kandungan spora cendawan tersebut ternyatamemnunjukkan gejala kerkurangan fosfor.
Pengaruh tersebut juga terlihat pada tinggi tanaman dan umbi yang rendahfenomena tersebut
menjelaskan bahwa akan terjadi penurunan ubi kayu apabila tidak mengikutsertakan asosiasi mikoriza
selama periode pertumbuhannya. Dengan demikian aplikasi pupuk hayati cendawan mikoriza
arbuskula pada budidaya tanaman ubi kayu sangat berpengaruh positif terhadaap pertumbuhann
tanaman.
Penerapan teknologi produksi inokulum cendawan mikoriza arbuskula secara langsung di
lapangan (on farm production)akan sangat banyak membantu, mengingat beberapa kendala apabila
inokulum tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan teknologi ini beberapa
keuntujngan yang diperoleh diantaranya ialah dapat secara langsung diaplikasikan tanpa transportasi
yang cukup jauh dan dapat diperoleh inokulum dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 4 ton per 25
m
2
lahan produksi inokulum (Rusdi, 2002).
METODE KEGIATAN
Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalahkelompok tai yang memang sebagaian besar
anggotanya melakukan budidaya ubi kayu di lahan pertaniannya. Selainitu juga melibatkan petugas
penyuluh lapangan setempat, sehingga kegiatan tersebut dapat berkelanjutan dengan adanya
pengawasan dan pengarahan PPL.
Pelatihan diawali dengan penyampaian materi secara lisan dantertulis, dilanjutkan dengan
pelaksanaan demo plot. Metode atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi dil lahan ( onfarm
production) adalah sebagai berikut :
a. Persiapan lahan
Digunakan bedengan berukuran 25 m
2
untuk menghasilkan 4000 kg inokulum berupa
campuran tanah, spora dan kaar terinfeksi, dan dipilh lahan yang kurang subru yang dekat dengan
areal pertanaman.
b. Sterilisasi lahan
Pada lahan di atas disebarkan 50-6- dazomet granuler/m
2
, diaduk merata, lalu disiram air
untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup plastik. Perlakuan berikutnya adalah pencangkulan,
sealain utnuk mertakan hasil, juga untuk menguapkan sisa fumigrasi. Lima hari kemudian bedeng
dapat digunakan.
c. Inokulasi
Pada tiap lubang yang dibuat, diberikan strater inokulum dari jenis cendawan mikoriza yang
akan dikembangbiakkan.tanaman inang berupa jagung. Untuk menjamin terjadinya infeksi pada
media pengecam-bahan dapat diberi inokulum sebgai perlakuan prainokulasi sebelum ditanam di
bedeng perbanyakan.
d. Multiplikasi
Perawatan tanaman diperlukan selama pertumbuhan tanaman di lahan atau bedeng
pembiakkan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan atau betina) sebaiknya digunting agar
tanaman dapat merangsang terbentuknyaspora mikoriza di lahan tersebut.
e. Panen inokulum
Setelah tanaman inang mengering, tanahbedeng tersebut sudah dapat digunakan sebagai
inokulum. Pengambilan tanah sebagai inokulum dilakukan hingga kedalaman sebatas lapisan olah
yang telah dilakuakn sebelumnya (20-30 cm).
f. Pemakaian hasil
Hasil panen dapat langsun diaplikasikan pada tanaman ubi kayu dengan dosis 100
g/tanaman. Stek ubi kayu ditanmankan pada lubang tersebut tepat diatas permukaan inokulum yang
diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi perbanyakan inokulum dilakukan dengan mengambil beberapa sampel media tanah
bedeng pernbanyakan, kemudian sporaa diisolasimenggunakan metode penyaringan basah untuk
kemudian diidentifikasi di bawah mikroskoop binokuler. Hasil identifikasi menunjukkan kepastian
spora cendawan yang diperbanyak dari segi spesies dan kemampuan berkembangbiak.
Tanaman jagung memang merupakan tanaman yang disarankan unutk perbanayakan
inokulum mikoriza. Hal ini dilandasi kemampuan tanaman tersebut untuk tumbuh pada lahan kritis,
mudah diperoleh benihnya, mudah dibudidayakan, serta kemampuannya untuk bersimbiosis dengan
hampir semua spesies mikoriza, yang ditunjang dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :
‐ Telah dilakukan pemupukan lan selain pupuk hayati mikoriza pada areal pertanaman jagung,
sehingga kondisi tanah cocok untuk memacu perkembanganbiakan mikoriza (kandungan hara
kecil-sedang)
‐ Lahan terlebih dahuku disterilisasi untuk menghindari kemungkinan persaingan dengan mikoriza
indigenousatau mikroorganisme lain, yang dapat menekan perytumbuhan mikoriza yang
diperbanyak
‐ Perlakuan pembuangan bunga jantandan betina, sehingga mikoriza lebih optimal mendapatkan
energi untuk tumbuh dan berkembangbiak dari tanaman inangnya.
Hasil umbi ubi kayu dibandingkan antara budidaya dengan aplikasi pemupukan mikoriza
dengan budidaya yag menggunakan pupuk kimiawi/ anorganik, dengan menggunakan indikator berat
total umbi per tanaman. Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 10 bulan setelah tanam. Aplikasi
pupuk hayati mikoriza pada areal pertanaman yang digunakan untuk demo plotmemberikan hasil
panen umbi ubi kayu 156 kg per 32 batang, dengan dosis pupuk 50 g/tanaman. Sedangkan pada areal
pertanaman yang biasa dilakukan petani memberikan hasil panen 160 kg per 32 batang tanaman,
dengan menggunakan pupuk urea dan SP 36 masing-masing 400 kg per 32 batang tanaman.
Dalam hal ini walaupun ada selisih antaraproduksi ubi kayu menggunakan pupuk hayati
mikoriza dan pupuk anorganik Urea+SP 36, sebagai langkah awal hasilnya cukup menguntungkan
menggunakan mikoriza. Hal ini tampak apabila ditinjau dari segi biaya sarana produksi, terutama
pupuk. Pemberian pupuk hayati mikoriza hanya dilakukan satu kali untuk cikal bakalperbanyakan,
selanjutnya dapat diproduksi sendiri dengan metode yang relatif mudah. Sehingga secaar
berkelanjutan penggunaan mikoriza dapat menekan biaya produksi. Starter inokulum yang digunakan
walaupun merupakan mixantara bebrapa jenis spesies mikoriza, tetapi antara lain didalmnya
mengandung mikoriza Glomus manihotis(Anonim, 2005). Mikoriza spesies ini terutama memang
secara alami ditemukan bersimbiosis dengan tanaman ubi jayu (Manihotsp.). sehingga kemungkinan
besar mampu menginfeksi akar tanaman ubi kayu, walaupun sifat mikoriza sendiri memang mampu
bersimbiosis dengan hampir semua spesies tanaman.
Selain itu berdasarkan hasil-hasil penelitian (Santoso, 1989; Rusdi, 2002), penggunaaan
mikoriza terbukti dapat meningkatkan produksi ubi kayu, karena kemampuannya membantu
meningkatkan kemampuan tanaman melakukan penyerapan hara tertentu dan air melalui perluasan
bidang serapan tanaman dengan adanya hifa eksternal, serta memperbaiki metabolisme tanaman.
Sedangkan pada lahan pertanman di Desa Pucungbedug, Kecamatan Purwonegoro, hasil yang sedikit
lebih rendah dari ubi kayu yang dipupuk menggunakan Urea + SP 36, kemungkinan karena lahan
tersebut selama ini telah dilakukan pemupukan SP 36 (sebgai sumber unsur hara P selain Urea sebagai
sumber hara N) secara terus menerus sepanjang musim tanam. Mikoriza sendiri apabila diaplikasikan
pada media tanam dengan kandungan P tinggi pertumbuhannya agak terhambat, dan justru optimall
fungsinya pada tanah dengan kondisi kekurangan unsur hara (Santoso, 1989). Tetapi hal ini tidak
masalah apabila pada lahan tersebut diaplikasikan pupuk hayati mikoriza (tanpa penambahan pupuk
anorganik) secara terus menerus dan berkesinambungan. Pupuk hayati ini justru akan memperbaiki
kondisi lahan yang rusak akibat budidaya ubi kayu secara terus menerus di lahan pertanaman tersebut.
Pupuk N anorganik sendiri juga telah diklaim mencemari perairan dan merusak lapisan ozon
(Kardinan dan Agus, 2002), serta merusak sifat fisik tanah.
Pemaparan materi pelatihan dilakukan dengan sistem dialog dua arah, sehingga akan terlihat
respon dari para khalayak sasaran (angggota/ ketua kelompok tani, petugas penyuluh pertanian,
pemilik lhan sekaligus pengusaha tepung aci). Materi yang disampaikan diupayakan sesuai dengan
pemahaman khalayak sasaran pada umumnya, yaitugambaran singkat tentang apa itu pupuk hayati
mikoriza, dan potensinya pada efisiensi budidayaubi kayu. Kemudian dilanjutkan dengan tanya
jawab yang meliputi antara lain hal-hal sebagai berikut :
‐ Aplikasi pupukhayati mikoriza padakondisi lahan yang kritis;
‐ Seputar teknis perbanyakan inokulummikoriza secara langsung di lapang (on farm production);
‐ Pemanfaatan pupuk hayati mikroriza untuk selain ubi kayu;
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan tanggapan mereka terhadap
pemaparan materi, tampak adanya respon yang cukup positif terhadap kegiatan ini. Bahkan sudah ada
yang mengusulkan kegiatan keberlanjutannya, yaitu memproduksi pupuk hayati tersebut untuk skala
komersial. Walaupun dari pertanyaan-pertanyaan dan tanggapan tersebut tampak juga bahwa respon
positif mereka lebih pada potensi pupuk hayati mikoriza kaitannya dengan produksi dan
kemampuannya diaplikasikan di lahan kritis (reklamasi), tetapi belum sampai pada pemahaman
adanya kenyataan dampak negatif penggunaan pupuk anorganik yang selama ini mereka gunakan.
Kegiatan dilanjutkan dengan demo plot perbanyakan inokulum mikoriza secara langsung di
lapangan. Lahan yang digunakan seluas 20 m
2
, dengan lokasi relatif dekat dengan lahan budidaya ubi
kayu. Starter mikoriza yang akan dikembangbiakkan (berupa biakan murni spora mikoriza yang
terdiri dari campuran beberapa spesies, yaitu: Gigaspora sp., Glamos manihotis, Glomus etunicum,
Acaulospora sp. dalam media zeolit, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan
Lingkungan Pusat Penelitian Bioteknologi IPB, Bogor dibutuhkan sebnayak 2 kg inokulum. Inokulum
diperbanyak menggunakan tanaman jagung dengan dosis 50 gram/tanaman.Sehelum digunakan lahan
untuk perbanyakan disterilisasi ,emggunakan fumigan Dazomet, dan biarkan selama 2 minggu dengan
ditutup plastik. Setelah 2 minggu plastik dibuka dan lahan diangin-anginkan selama 1 minggu, baru
lahan siap untuk digunakan.
Semua tahapan kegiatan demo plot dilakukan oleh petani peserta. Berdasarkan pengamatan
tampak bahwa mereka cukup cepat memaharni sekaligus menerapkan teori-teori yang disampaikan
pada pemaparan materi. Hal ini tentunya karena selain memang teknologi yang diterapkan cukup
sederhana, dan mereka sudab mempunyai kemampuan ketrampilan dan pengalaman yang cukup
dalam bidang tersebut. Melihat kondisi tersebut, teknologi yang manfaatnya besar dan
berkesinambungan dalam upaya ke arah pertanian berkelanjutan ini dapat diterapkan di Desa
Pucungbedug, Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara, bahkan bisa disebarluaskan ke
lahan budidaya ubi kayu yang lain.
Tetapi ada satu hal yang mungkin masih sedikit membingungkan mereka,yaitu saat mereka
melihat dan mencermati bentuk fisik pupuk hayati mikoriza (berupa campuran spora dan butiran
zeolit). Pemahaman mereka yang disebut spora mikoriza adalah butiran zeolitnya. Dalam hal ini
masih ada sedikit kendala unruk menjelaskan morfologi mikoriza itu sendiri. Sebenarnya saat
penyampaian teori sudah dijelaskan dengan bahasa yang cukup dipahami mereka (tapi masih
menggunakan bahasa Indonesia, untuk beberapaistilah yang harus menggunakan bahasa Banyumas
kami dibantu oleh petugas penyuluh pertanian setempat), inokulum bakteri Rhizobium yang sudah
lebih dahulu dikenal mereka. Sehinggadi sini lebih ditekankan pada penjelasan manfaat dari pupuk
hayati mikoriza itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah kegiatan dilakukan, kemudian dilakukan evaluasi dan pembahasan, sehingga
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyampaian teknologi pemupukan menggunakan pupuk hayati mikoriza pada budidaya ubi
kayu melalui pelatihan dan demo plotkepada petani cukup mendapatkan respon yang positif.
2. Pemberian pengertian pada petani tentang dampak negatif penggunaan pupuk kimiawi
membutuhkan waktu dan bukti yang nyata.
3. Peningkatan efektifitas dan efisiensi budidaya ubi kayu menggunakan pupuk hayati mikoriza
terbukti dengan nilai produksi yang kurang lebih hampir sama dengan produksi menggunakan
pupuk kimiawi, terurtama bila dilakukan secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil kegiatan dapat disarankan untuk melakukan kegiatan lanjutan berupa
pembinaan pada petani Desa Pucungbedug, Kecamatan Purwonegoro, Kabupaten Banjarnegara dalam
produksi inokulum pupuk hayati mikoriza, serta budidaya ubi kayu ke arah pertanian organik dengan
memanfaatkan potensi pupuk hayati mikoriza itu sendiri. Selain itu dapat diupayakan memproduksi
inokulum mikoriza untuk skala komersial, sekaligus menyebarluaskan pada petani ubi kayu di
wilayah lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Mycofer, laboratorium Bioteknologi Kehutanandan Lingkungan Pusat Penelitian
Bioteknologi IPB, Bogor.
Bolan, N.S., 1991. A Critical Review on The Role of Mycorrhizal Fungi in The Uptake of Phosphorus
by Plants.Plant and Soil 134, Kluwer Academic Publishers, Netherlands, p 189-207.
Cooper, Karen M. And P. B. Tinker. 1981. Translocation and Transfer of Nutrients in Vesicular-Arbuscular Mycorrhizas.New Phytol. 88, 327-339, Department of Plant Sciences,
Agricultural Sciences Building, University of Leeds, Leeds L92 9 T, U.K.
Gardemann, J.W. 1967. Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza and Plant Growth. Department of Plant
Pathology, University of Illinois, Urbana, Illinois, p 397-418.
Gunawan, A.W. 1993. Mikoriza Arbuskula. Kartim Kramdibrata (penelaah), Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor, 210 h.
Rusdi., N. 2002. Pemakaian Pupuk Hayati Mikoriza Pada Budidaya Ubi Kayu. UPT-EPG-BPPT,
Bandar Lampung.
Santoso, D.A. 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular-Arbuskular. Laboratorium
Biologi Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 59 h.
Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Makalah Falsafah
Sains, Pasca Sarjan, IPB, Bogor.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment