HUKUM GADAI

Bookmark and Share



Bismillah,
Dalam kehidupan di Masyarakat tentu kita telah mengetahui suatu praktik muamalah yang disebut gadai. Gadai adalah penjaminan hutang dengan suatu barang. Pemerintah pun ikut memfasilitasi masalah gadai ini. Pemerintah membuat lembaga PERUM PEGADAIAN untuk membantu masyarakat yang ingin meminjam uang dengan cara gadai.

Adapun pembahasan yang menjadi fokus kita adalah mengenai gadai dalam pertanian, khususnya mengenai gadai sawah yang sering dilakukan oleh para petani muslim. Namun sebelumnya kita akan membahas gadai secara umum lebih dahulu agar kita bisa mendudukkan permasalahan sesuai tempatnya.

Definisi Gadai.

- Menurut bahasa, “rahn” berarti tertahan.

- Menurut istilah agama, kata rahn ialah memperlakukan harta sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam, supaya dianggap sebagai pembayaran manakala yang berhutang tidak sanggup melunasi hutangnya.

Dasar Pensyariatan Gadai

- Dalil dari Al-Qur’an

Allah تعالى berfirman:

: وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.” (QS al-Baqarah: 283).

- Dalil dari Hadits

Nabi صلى الله عليه وسلم  pernah membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo, dan beliau menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi itu. (Muttafaqun ’alaih).

- Dalil dari Ijma’

Para ulama telah bersepakat bolehnya gadai ketika safar, dan jumhur ulama membolehkannya juga ketika muqim.

Pemanfaatan Barang Gadai
Barang gadai bisa dipegang oleh penggadai atau pun penghutang. Apabila ditangan penggadai tidak boleh menjual barang gadaian karena itu adalah barang jaminan, dan apabial ditangan penghutang maka tidak boleh dijual karena bukan barang miliknya.

Adapun pemanfaatan barang gadaian sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Pemnggadai memungkinkan merawat barang gadaian, seperti mengairi tanaman, menyerbukan/mengawinkan karena itu bermanfaat bagi barang gadaian.

Kebutuhan dari barang gadaian seperti makanan, perawatannya merupakan kewajiban penggadai. Karena barang gadaian adalah milik penggadai maka wajib baginya untuk merawatnya.Demikian pula jika barang gadaian itu disimpan maka penggadai lah yang membayar biaya penyimpanan dan penjagaan barang gadaian tersebut karena itu termasuk bentuk perawatan barang gadaian.

Barang gadaian dibagi dua:

1. Barang gadaian yang membutuhkan perwatan. Barang gadaian yang membutuhkan perawatan ada 2 macam:
a. Hewan yang bisa dikendarai dan diperah susunya. Hukumnya bagi yang  mengendarai dan meminum susunnya wajib memberikan perawatan sebagi bayaran atas pemanfaatan barang gadaian tersebut.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Binatang itu boleh dikendarai (dipakai) apabila telah digadaikan, dan susu binatang perahan boleh diminum apabila telah digadaikan dan bagi orang yang mengendarainya dan meminumnya agar menanggung (peliharaan) nafkahnya (memberinya makan dan minum).”

b. Yang tidak bisa dikendarai dan diambil susunya seperti budak, maka untuk macam ini tidak boleh bagi penerima barang gadaian memanfaatkannya kecuali dengan izin pemoloknya. Jika diizinkan maka dia harus memberikan nafkah sebagai balasan atas pemanfatannya.

2. Barang gyang tidak membutuhkan perawatan, seperti rumah, perhiasaan dsb. Maka tidak boleh bagi penerima gadai memanfaatkannya kecuali dengan izin penggadai. Jika barang gadaian berupa hutang piutang maka tidak boleh memanfaatkannya. Karena dalam kaidah Setiap pinjaman yang membawa manfa’at, maka ia adalah riba.

GADAI SAWAH :
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa gadai dalam islam di syariatkan dan hukumnya boleh. Bagaimana dengan gadai sawah.

Gambaran gadai sawah
Ada seorang petani atau orang yang memiliki lahan atau sawah membutuhkan pinjaman uang. Kemudian dia  meminjam kepada orang lain hutang berupa uang atau emas dengan akad gadai. Adapun sebagai barang jaminan adalah lahan atau sawah yang dia punyai. Kemudian tanah atau sawah tersebut berpindah tangan dengan diserahkan kepada pemberi hutang.

Sawah yang menjadi jaminan tersebut berada dalam penguasaan pemberi hutang sampai pelunasan hutang. Selama berada ditangan pemberi hutang, hak penggarapan dan penanaman sawah berada ditangan pemberi hutang. Hasil panen yang melimpah dari sawah pun menjadi hak pemberi hutang. Terkadang apabila hutang belum terlunasi mencapai waktu bertahun-tahun sehingga hasil keuntungan menggarap sawah itu sudah lebih besar dari nilai hutang yang dipinjamkan.

Hukum Gadai Sawah
Dari gambaran gadai sawah di atas diketahui kebatilan dari praktek gadai sawah dimana terdapat unsur keuntungan dari peminjaman hutang. Padahal setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan maka itu adalah riba. Bukankah akad hutang piutang dalam islam adalah dalam rangka tolong menolong bukan mencari keuntungan?.
Wallahu a’lam



Sumber : http://abuabdilbarr.wordpress.com/2010/06/04/rahn-hukum-gadai-dan-gadai-sawah/

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment