Pengetahuan Konsumen Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada PT Bank Syariah Mandiri Tbk (PM-19)

Bookmark and Share
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Eksistensi lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi di sektor riil dan pemilikan dana. Dengan demikian, fungsi utama sektor perbankan dalam infrastuktur kebijakan makro ekonomi memang diarahkan dalam konteks bagaimana menjadikan uang efektif untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi (how to make money effective and efficient to increase economic value).


Krisis moneter yang melanda Indonesia beberapa tahun yang lalu berdampak besar pada industri perbankan. Pelaksanaan likuidasi terhadap enam belas bank swasta nasional pada bulan oktober 1997 menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional. Meskipun pemerintah menjamin keamanan dana yang disimpan nasabah baik di bank pemerintah maupun di bank swasta nasional melalui pengumuman pada tanggal 27 Januari 1998, dampak likuidasi tidak terelakkan. Para nasabah terdorong untuk menarik dana mereka secara besar-besaran (rush) dari perbankan nasional karena khawatir dengan adanya kemungkinan pelaksanaan likuidasi lanjutan yang akan membahayakan keamanan dana yang mereka simpan tersebut. Pemerintah berupaya menarik dana masyarakat dengan menaikkan suku bunga yang juga bertujuan untuk menekan inflasi dan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Peningkatan suku bunga ini ternyata malah menimbulkan negative spread yaitu keadaan dimana bank mengalami kesulitan likuiditas karena beban bunga melebihi pendapatannya.

Kondisi perbankan nasional semakin terpuruk dengan adanya kredit macet sehingga menekan rasio kecukupan modal (capital Adequacy Ratio/CAR). Pemerintah kembali melakukan likuidasi terhadap bank-bank yang memiliki CAR dibawah 4% sampai akhir tahun 1998 dan memberikan dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Kebijakan ini memicu merger dan ditindaklanjuti dengan likuidasi terhadap sepuluh bank, serta tiga puluh delapan bank pada bulan Maret 1999 ditindaklanjuti dengan akuisisi terhadap sembilan bank nasional (Tim Bank Muamalat Indonesia, Republika 2001)
Selama krisis moneter (1997-1998) bank syariah dapat bertahan dan dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan lembaga perbankan konvensional. Itu dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing loan, tahun 2000 sebesar 12,96 % dan tahun 2001 sebesar 4,04 %, sumber: Bank Indonesia) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Dengan filosofi utamanya, kemitraan dan kebersamaan dalam maupun risk, bank syariah terbukti prospektif untuk berkembang di tanah air.

Perkembangan perbankan syariah menunjukkan laju yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan nilai asset perbankan syariah yang telah mencapai Rp 4,78 triliun. Sementara dana pihak ketiga mencapai Rp 3,4 triliun, dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah telah mencapai Rp 3,86 triliun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan untuk jumlah asset sebesar 18,22%, dana pihak ketiga sebesar 16,66%, dan pembiayaan yang disalurkan 17,73% dibandingkan terhadap posisi masing-masing di akhir tahun 2002 (Deputi BI Maulana, Republika 25/6/2003)

Salah satu tantangan yang kini banyak dihadapi dan paling berat adalah banyaknya tudingan yang mengatakan bank syariah hanya sekedar perbankan konvensional yang ditambah label syariah. Tantangan lainnya adalah bagaimana menonjolkan ciri khas perbankan syariah, yakni bank yang secara langsung membangun sektor riil dengan prinsip keadilan. Selain itu, dari aspek eksternal, sektor perbankan syariah memiliki tantangan dari sisi pemahaman sebagian masyarakat yang masih rendah terhadap operasional bank syariah. Mereka secara sederhana beranggapan bahwa dengan tidak dijalankannya sistem bunga, bank syariah tidak akan memperoleh pendapatan. Konsekuensinya adalah bank syariah akan sulit untuk survive.

Penelitian dilakukan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa lembaga penelitian yang berusaha untuk memetakan potensi pengembangan Bank Syari’ah yang didasarkan pada analisis potensi ekonomi dan pola sikap/preferensi dari pelaku ekonomi dan jasa Bank Syari’ah. Selain itu juga untuk mempelajari karakteristik dan perilaku dari kelompok masyarakat pengguna dan calon pengguna jasa perbankan syari’ah sebagai dasar penetapan strategi sosialisasi dan pemasaran bagi bank-Bank Syari’ah. Penelitian tersebut dilakukan di seluruh Pulau Jawa dengan mengambil sampel di beberapa kabupaten dan kotamadya, yang dibagi menjadi tiga wilayah penelitian: Jawa Barat, Jawa Tengah/DIY dan Jawa Timur.

Dari penelitian tersebut terungkap bahwa 95% responden berpendapat bahwa sistem perbankan penting dan dibutuhkan dalam mendukung kelancaran transaksi ekonomi. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa kesan umum yang ditangkap oleh masyarakat tentang Bank Syari’ah adalah (1) Bank Syari’ah indentik dengan bank dengan sistem bagi hasil, (2) Bank Syari’ah adalah bank yang Islami. Namun berdasarkan survey yang dilakukan di wilayah Jawa Barat 8,1% responden yang menyatakan bahwa Bank Syari’ah secara ekslusif hanya khusus untuk umat Islam. Selain itu juga terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang sistem perbankan syari’ah relatif tinggi. Meskipun demikian pemahaman mengenai keunikan produk/jasa Bank Syari’ah secara umum masih rendah.

Saat ini sebagian besar dari mereka hanya melihat bahwa nilai tambah bank syariah adalah lebih halal dan selamat, lebih menjanjikan untuk kebaikan akhirat, dan juga lebih berorientasi pada menolong antarsesama dibandingkan dengan bank konvensional. Hal tersebut memang benar, namun bank syariah memiliki keuntungan duniawi karena produk-produknya tidak kalah bersaing dengan bank-bank konvensional dan juga bagi hasil yang ditawarkan tidak kalah menguntungkan dibandingkan dengan bunga.

Dengan masih rendahnya pemahaman masyarakat akan pemahaman Islam apalagi masalah perbankan bahkan perekonomian secara lebih luas maka perbankan syariah harus terus berkembang dan memperbaiki kinerjanya. Dengan pesatnya pertumbuhan yang ditandai semakin banyaknya bank konvensional yang akhirnya mendirikan unit-unit syariah, ini membuktikan bahwa bank syariah memang mempunyai kompetensi yang tinggi. Perbankan syariah akan semakin tinggi lagi pertumbuhannya apabila masyarakat mempunyai permintaan dan antusias yang tinggi dikarenakan faktor peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang bank syariah, disamping faktor penyebab lainnya.

Pemahaman yang rendah terhadap perbankan syariah salah satunya diakibatkan kurang dan masih bersifat parsialnya sosialisasi yang dilakukan terhadap prinsip dan sistem ekonomi syariah. Dengan demikian hal tersebut mempengaruhi persepsi dan dan sikap masyarakat terhadap bank syariah. Maka tugas penting yang harus dilakukan oleh pengelola bank syariah adalah meningkatkan sosialisasi sistem bank syariah melalui media massa yang efektif, sehingga pengetahuan masyarakat mengenai bank syariah tidak hanya terbatas pada bank yang menggunakan sistem bagi hasil.

Mengapa memahami pengetahuan konsumen penting bagi pemasar ? Karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli, dan kapan membeli, akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan. Ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu merecall informasi dengan lebih baik.

Kini bank syariah tumbuh dan berkembang pesat. Apalagi dengan hadirnya sejumlah Bank Umum Syariah (BUS) semakin memantapkan posisi perbankan syariah di Indonesia. Salah satu BUS yang sedang mendapat sorotan publik adalah Bank Syariah Mandiri (BSM) yang resmi beroperasi pada hari Senin, 1 November 1999, bertepatan dengan tanggal 25 Rajab 1420 H. BSM yang merupakan anak perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) hadir sebagai bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dan nilai-nilai rohani dalam operasionalisasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani tersebut, menjadi salah satu keunggulan BSM sebagai solusi dan kiprah baru perbankan Indonesia.
Sementara itu, BSM sebagai bank umum syariah yang terbesar dan kini telah memiliki kantor cabang sebanyak 49 kantor cabang (KC), 29 kantor cabang pembantu (KCP), dan 47 kantor kas (KK) per Desember 2004 terus berkembang, baik dari segi aset, total dana pihak ketiga (DPK) maupun kinerja keuangan, neraca dan laba usaha.

Sorotan itu tampaknya tidaklah berlebihan karena Bank Syariah Mandiri dinilai memiliki tingkat akselerasi yang signifikan dalam menyemarakkan kiprah perbankan syariah di Indonesia. Selama lima tahun kiprahnya, BSM telah memperoleh sejumlah pengakuan dan prestasi yang cukup membanggakan, baik dari pemerintah, lembaga independen, MUI maupun lembaga internasional. Di antara prestasi yang diraih oleh BSM adalah The Best Quality Service dan The Most Comfortable Mushala dalam Islamic Banking Quality Award 2004 dari Karim Business Consulting (KBC) dan Majalah Modal.

Kemudian, Bank Terbaik 2004 Kategori Syariah dari Majalah Investor, Bank Sehat dari BI, Bank Sangat Bagus versi Infobank (sejak 2001), dan Perbankan Syariah Terbaik, berdasarkan kinerja, perstasi dan pengamalan syariat Islam dari MUI, serta Islamic Banking Award 2004 dari KBC dengan kategori The Wisest Market Are Coverage, The Biggest Market Share, The Fastest Growth of Funding dan The Most Innovative. BSM juga memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 bidang audit, bidang pembiayaan dan pelayanan dari Lloyd's Register Quality Assurance-UKAS. Kini, di usianya yang keenam, BSM ingin melangkah lebih jauh. Yakni, menjadi bank Islam yang modern, baik dari segi pelayanan, kualitas, produk perbankan, jaringan maupun sistem teknologi informasi (Pengelola BSM, Muhammad Haryoko).

Adopsi perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang mayoritas sebagian besar muslim, namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syariah dalam menjebatani ekonomi. Dalam sistem perbankan konvensional, selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, perbankan juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya transferability risk and return. Tidak demikian halnya sistem perbankan syariah dimana perbankan syariah menjadi manajer investasi, wakil, atau pemegang amanat dari pemilik dana atas investasi di sector riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko dunia usaha secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana harmoni.

Kendati secara prinsip bank syariah memiliki advantage, namun dalam realitasnya bank syariah, tanpa terkecuali Bank Syariah Mandiri, menghadapi beberapa kendala dan kelemahan yang memerlukan pembenahan. Diantaranya yaitu jaringan operasi yang belum luas, institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif, efisiensi operasional bank syariah yang belum optimal dan masih sedikitnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam perbankan syariah. Dari sisi konsumen, kelemahan lainnya yakni masih terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha jasa keuangan perbankan syariah. Keterbatasan ini menyebabkan banyak masyarakat yang memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi bank syariah.

Bank Syariah termasuk di dalamnya Bank Syariah Mandiri dituntut untuk lebih gencar dan berani membuka diri guna terus meningkatkan sosialisasi dengan masyarakat luas terutama dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penerapan syariah dalam kehidupan tanpa terkecuali dalam aspek ekonomi.

Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bank syariah menjadi isu strategis dalam pengembangan bank syariah di masa yang akan datang. Semakin baik pengetahuan tentang bank syariah semakin tinggi kemungkinan untuk mengadopsi bank syariah. Sebagian besar masyarakat yang mengadopsi bank syariah masih dominan dipengaruhi oleh emosi keagamaan belum berdasarkan pada pemahaman rasional yang baik.

Dengan mengetahui pentingnya pengetahuan konsumen tentang perbankan syariah, Bank Syariah Mandiri diharapkan dapat mengetahui dengan cara apa perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah.
Kondisi inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan suatu penelitian dengan rumusan sebagai berikut :
Pengetahuan Konsumen (Consumer knowledge) Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada PT Bank Syariah Mandiri Tbk Cabang Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Identifikasi masalah yang diteliti berdasarkan latar belakang penelitian adalah berdasarkan fenomena yang terjadi diduga bahwa tingkat pemahaman masyarakat mengenai perbankan syariah masih tergolong rendah. Dengan masih terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha jasa keuangan perbankan syariah, menyebabkan banyak masyarakat yang memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi bank syariah. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah faktor psikologis termasuk di dalamnya yaitu faktor pengetahuan konsumen. Pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang disimpan di dalam ingatan. Penulis membatasi pada tiga jenis pengetahuan konsumen yaitu pengetahuan tentang atribut produk, manfaat produk, dan nilai kepuasan yang diperoleh dari produk yang ditawarkan perusahaan.

Di sisi lain, pemahaman konsumen akan mempengaruhi persepsinya terhadap sesuatu hal, dalam hal ini terhadap perbankan syariah. Pemahaman yang mendalam mengenai konsumen akan memungkinkan pemasar dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli apa yang ditawarkan pemasar. Oleh karena itu, pengetahuan konsumen turut memberikan andil pada proses pengambilan keputusan konsumen.

Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengetahuan konsumen (berdasarkan atribut, manfaat, dan nilai kepuasan produk) mengenai perbankan syariah dan keputusan menjadi nasabah PT Bank Syariah Mandiri Tbk cabang Bandung yang terletak di Jl. Ir. H. Djuanda No. 74
2. Sejauh mana pengaruh pengetahuan konsumen terhadap keputusan menjadi nasabah
3. Jenis pengetahuan konsumen apa yang paling menentukan keputusannya untuk menjadi nasabah

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment