Oleh: Al-Ustadz Ahmad Hamdani
Abu Ayub As Sikhtiyani mengatakan, “Seorang hamba sama sekali tidaklah jujur jika keinginannya hanya ingin mencari ketenaran."
Ibnul Mubarok mengatakan bahwa Sufyan Ats Tsauri pernah menulis surat padanya, “Hati-hatilah dengan ketenaran.”
Imam Ahmad mengatakan, “Beruntung sekali orang yang Allah buat ia tidak tenar.” Beliau juga pernah mengatakan, “Aku lebih senang jika aku berada pada tempat yang tidak ada siapa-siapa.”
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Rahimahullahu ‘abdan akhmala dzikrohu (Moga-moga Allah merahmati seorang hamba yang tidak ingin dirinya dikenal/tenar)”
Basyr bin Al Harits Al Hafiy mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada seseorang yang ingin tenar kecuali berangsur-angsur agamanya pun akan hilang. Silakan jika ketenaran yang dicari. Orang yang ingin mencari ketenaran sungguh ia kurang bertakwa pada Allah.” Suatu saat juga Basyr mengatakan, “Orang yang tidak mendapatkan kelezatan di akhirat adalah orang yang ingin tenar.”
Ibrohim bin Ad-ham mengatakan, “Tidaklah bertakwa pada Allah orang yang ingin kebaikannya disebut-sebut orang.”
Dari Habib bin Abi Tsabit, katanya: “Pada suatu hari Abdullah bin Mas’ud keluar dari rumahnya, kemudian manusia membuntutinya. Ia bertanya: ‘Apakah kalian punya keperluan?. ‘Tidak, akan tetapi kami ingin berjalan bersamamu’, jawab mereka. ‘Kembalilah, sesungguhnya hal itu sebuah kehinaan bagi yang mengikuti dan membahayakan (fitnah) hati bagi yang diikuti.’ tukas Ibnu Mas’ud. (Shifatush Shafwah, 1/406)
Dari Al-Harits bin Suwaid, katanya: “Abdullah bin Mas’ud berkata: ‘Seandainya kalian mengetahui diriku (seperti) yang aku ketahui, pasti kalian akan menaburi tanah di ats kepalaku’.” (Shifatush Shafwah, 1/406, 497)
Dari Bistham bin Muslim, katanya: “Adalah Muhammad bin Sirin jika berjalan dengan sseorang, ia berdiri dan berkata, ‘Apakah kamu punya keperluan?’. Jika orang yang berjalan bersamanya mempunyai keperluan, maka ia tunaikan. Dan jika kembali berjalan bersamanya, ia bertanya lagi, ’Apakah kamu mempunyai keperluan?.” (Shifatush Shafwah 3/243)
Dari Al-Hasan, salah seorang murid Ibnul Mubarak, katanya: “Pada suatu hari aku bepergian bersama Ibnul Mubarak. Lalu kami mendatangi tempat air minum di mana manusia berkerumun untuk mengambil airnya. Ibnul Mubarak mendekat untuk minum. Tidak ada seorangpun yang mengenalnya sehingga mereka mendesak dan menyingkirkannya. Ketika telah keluar, berkatalah ia kepadaku, ‘Inilah kehidupan, yaitu kita tidak dikenal dan tidak dihormati. ’ Ketika di Kufah, kitab manasik dibacakan kepadanya, hingga sampai pada hadits dan terdapat ucapan Abdullah bin Al-Mubarak (Ibnul Mubarak, red) dan kami mengambilnya. Ia berkata, ‘Siapa yang menulis ucapanku ini?’ Aku katakan, ‘Penulis.’ Maka ia mengerik tulisan itu dengan jari tangannya hingga terhapus, kemudian berkata, ’Siapakah aku hingga ditulis ucapannya?’.” (Shifatush Shafwah, 5/135)
Dari seseorang, katanya: “Aku melihat wajah Al-Imam Ahmad sangat muram setelah dipuji seseorang (dengan ucapan) ‘Jazakallahu khairan (semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, red) atas perjuangan Islam Anda. Al-Imam Ahmad berkata, ‘Bahkan Allah telah memberi kebaikan Islam kepadaku. Siapakah aku ini?’.” (Siyar A’lamin Nubala, 11/225)
Dikutip dari kitab: Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf, hal. 23-24
[Sumber: Majalah Asy-Syariah Vol. I/No. 06/Maret 2004/Muharram 1425 H, halaman 1, pada rubrik “Permata Salaf”].
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment