Oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya : Apakah orang yang dinamakan salafi dianggap sebagai orang yang membentuk golongan/mutahazzib?
Jawaban
Penamaan salafi, bila sebenarnya (bukan sekedar nama belaka) adalah tidak mengapa[1]. Yang tidak boleh bila hanya dakwaan saja ... Oleh karenanya tidak boleh memakai nama salafiyah, bila tidak diatas manhaj salaf. Sebagaimana contoh, Al-Asy’ariyah (pengikut manhaj Al-Asy’ari), mereka mengatakan kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bagi mereka, penamaan (klaim) semacam itu tidak bisa, sebab mereka tidak diatas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Begitu juga dengan yang selainnya.
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan ditanya : Apakah orang yang dinamakan salafi dianggap sebagai orang yang membentuk golongan/mutahazzib?
Jawaban
Penamaan salafi, bila sebenarnya (bukan sekedar nama belaka) adalah tidak mengapa[1]. Yang tidak boleh bila hanya dakwaan saja ... Oleh karenanya tidak boleh memakai nama salafiyah, bila tidak diatas manhaj salaf. Sebagaimana contoh, Al-Asy’ariyah (pengikut manhaj Al-Asy’ari), mereka mengatakan kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bagi mereka, penamaan (klaim) semacam itu tidak bisa, sebab mereka tidak diatas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Begitu juga dengan yang selainnya.
Ibarat syair:
Semua mengaku ada hubungan (cinta) dengan Laila.
Namun Laila tidak mengakui ada hubungan (cinta) dengan mereka
Orang-orang yang mengaku bahwa dirinya di atas manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah, haruslah mengikuti jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan meninggalkan orang-orang yang menyelisihinya. Sungguh hal yang tidak mungkin seseorang menyatukan antara biawak dan ikan paus, atau antara binatang melata yang ada di padang luas dengan binatang melata yang ada di laut, atau antara api dengan air dalam satu wadah. Yang jelas orang yang mengaku di atas manhaj salaf harus membedakan dirinya dengan yang lain.
_________
Foote Note
[1]. Berkata Syaikh Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (4/140) :
Tidak ada aib atas orang menampakkan madzhab salaf, menghubungkan dan serta menisbatkan diri kepadanya. Bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasarkan ittifaq (kesepakatan). Sesungguhnya madzhab salaf adalah madzhab yang benar.
Saya (Abu Abdillah) berkata : Perhatikan saudaraku pembaca, perkataan Syaikh Al-Islam yang beliau ucapkan sekitar abad 8 hijriyah seakan-akan beliau membantah sebagian orang pada saat ini, yang menisbatkan dirinya seagai ahli ilmu yang berkata: ‘Barangsiapa yang mewajibkan seseorang -dengan kewajiban yang sebenarnya- bahwa dia harus menjadi ikhwani (pengikut IM), atau Salafi, atau Sururi, atau Tablighi (pengikut Jama’ah Tabligh), sesunguhnya dia diperintah untuk bertaubat (dari sikapnya). Jika tidak bertaubat maka dibunuh!’. Dia katakan dalam kaset ketika berdialog dengan para pemuda.
Saya (Abu Abdillah) berkata : ‘Subhanahallah ! Bagaimana dia membolehkan dirinya menggabungkan antara manhaj salaf yang benar dengan manhaj-manhaj dan kelompok-kelompok bid’ah yang sesat dan bathil ! Pertanyaan kami untuk orang yang hidup di negeri tauhid ini dan mempunyai karya untuk meraih gelas Magister : ‘Jika bukan manhaj salaf, lalu harus manhaj apa ..?’
Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz –mufti Saudi- ketika ditanya : ‘Apa yang anda katakan terhadap orang yang menamakan dirinya Salafi atau Atsari, apakah itu merupakan penyucian ?
Maka beliau hafizhahullah menjawab : Apabila benar dia itu pengikut atsar atau pengikut manhaj salaf, tidak apa-apa. Seperti yang ada pada salaf dikatakan : Fulan Salafi, Fulan Atsari, merupakan pembersihan atas dirinya dari penyimpangan-penyimpangan. Maka pembersihan itu adalah wajib. [Dinukil dari rekaman ceramah beliau dengan judul “Hak Seorang Muslim” pada tanggal 16/1/1413H di Thaif.]
Syaikh Bakar Abu Zaid berkata : ‘Apabila dikatakan As-Salaf atau As-Salafiyun atau As-Salafiyah, ini menisbatkan kepada Salaf As-Shalih, yakni seluruh sahabat Radhiyallahu ‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan tanpa condong kepada hawa nafsuinya... Dan orang-orang yang tetap diatas manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka dinisbatkan kepada Salaf Ash-Shalih. Kepada mereka ditakan As-Salaf, As-Salafiyun. Yang menisbatkan kepada mereka dinamakan Salafi, dan itu wajib baginya. Karena sesungguhnya lafazh Salaf adalah Salafu Ash-Shalih. Lafazh ini secara mutlak, yakni setiap orang yang berteladan kepada sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Walaupun dia hidup pada zaman kita ini, harus seperti ini, inilah kalimat ahlu ilmi, Itulah penisbatan dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Bukan merupakan formalitas dan tidak terpisah sedikitpun dari generasi yang pertama, bahkan itu penisbatan dari mereka dan kembali kepada mereka. Sedangkan orang yang menyelisihi As-Salaf, hanya berdasarkan nama atau formalitas belaka, maka jangan. Walaupun mereka hidup sezaman dengan para Salafu Al-Ummah dan setelah mereka’. [Dinukil dari Hukmu Al-Intima hal. 36]
Saya (Abu Abdillah) berkata ; ‘Penisbatan ini terdapat dalam kitab-kitab biografi dan sejarah. Imam Adz-Dzahabi berkata tentang biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani, ‘Dia mempunyai dien yang baik yang salafi’. Lihat Mu’jam Asy-Syuyukh (2/280). Beliau juga berkata tentang biografi Ahmad bin Ahmad bin Nu’man Al-Maqdisi, ‘Dia di atas akidah Salaf’. Lihat Mu’jam Asy-Syuyukh (1/34).
Jadi penisbatan kepada Salaf adalah penisbatan yang harus, sehingga jelaslah bagi Salafi (pengikut salaf) terhadap al-haq dari perkara yang tersembunyi di belakang mereka. Oleh karena itu tidak terjadi kesamaran bagi orang yang ingin berteladan dan tumbuh di atas manhaj mereka.
[Disalin dari kitab Al-Ajwibatu Al-Mufiah ‘An-As-ilah Al-Manahij Al-Jadidah, edisi Indonesia Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, Pengumpul Risalah Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Penerjemah Muhaimin, Penerbit Yayasan Al-Madinah]
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment