Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Kami pernah mendengar fatwa Anda yang menyatakan bahwa yang lebih utama bagi seorang wanita haid adalah tidak membaca Al-Qur'an kecuali untuk suatu kebutuhan, mengapa tidak membaca Al-Qur'an yang lebih utama, sementara dalil-dalil yang ada menunjukkan hal yang bertentangan dengan yang Anda katakan ?
Jawaban
Saya tidak tahu yang dimaksud oleh penanya, apakah ia menginginkan dalil-dalil yang dijadikan alasan oleh yang melarangnya ataukah penanya ini mnginginkan dalil-dalil yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Qur'an, tapi yang perlu saya sampaikan di sini adalah bahwa ada beberapa hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
"Wanita haidh tidak boleh membaca suatu apapun dari Al-Qur'an".
Akan tetapi hadits-hadits seperti ini yang menyatakan larangan bagi wanita haidh untuk membaca Al-Qur'an bukan hadits-hadits shahih, jika hadits-hadits tersebut bukan hadits-hadits shahih, maka hadits-hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak boleh melarang wanita haidh membaca Al-Qur'an hanya berdasarkan hadits-hadits yang tidak shahih ini, tapi adanya hadits-hadits seperti ini menjadikan adanya syubhat, maka berdasarkan inilah kami katakan bahwa yang lebih utama bagi seorang wanita haidh adalah tidak membaca Al-Qur'an kecuali jika hal itu dibutuhkan, seperti seorang guru wanita atau seorang pelajar putri atau situasi-situasi lain yang serupa dengan guru dan pelajar itu.
[Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 2/278]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, hal. 60-61 terbitan Darul Haq penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
_____________________________
HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN BAGI YANG SEDANG JUNUB
Oleh Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta'
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta' ditanya : Apa hukumnya membaca Al-qur'an dengan hafalan atau dengan melihat mushaf bagi orang yang sedang junub?
Jawaban
Tidak boleh bagi orang yang sedang junub untuk membaca Al-Qur'an sebelum ia mandi junub, baik dengan cara melihat Al-Qur'an ataupun yang sudah dihafalnya. Dan tidak boleh baginya membaca Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci yang sempurna , yaitu suci dari hadats yang paling besar sampai hadats yang paling kecil.
[Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta',5/328]
________________________
HUKUM MENYENTUH BUKU ATAU MAJALAH YANG DIDALAMNYA TERDAPAT AYAT-AYAT SUCI AL-QUR'AN BAGI WANITA HAIDH
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah diharamkan bagi orang yang sedang junub, atau haidh untuk menyentuh buku-buku serta majalah-majalah yang didalamnya terdapat ayat-ayat suci Al-Qur'an ?
Jawaban
Tidak diharamkan bagi orang yang sedang junub atau sedang haidh atau yang tidak berwudhu untuk menyentuh buku atau majalah yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur'an , karena buku-buku dan majalah-majalah itu bukan Al-Qur'an .
[Majmu' Fatawa wa Rasai'il Asy-syaikh Ibnu Utsaimin]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan hal.64 terbitan Darul Haq Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
______________________
Bolehkan memegang kitab tafsir atau terjemahan Al Quran tanpa wudhu? Jawabannya adalah boleh, karena Buku tafsir dan terjemahan di dalamnya sudah bercampur dengan ucapan manusia.
Syaikh Manna’ Khalil Al Qattan Rahimahullah mengatakan:
“ …. Sebab terjemah Al Quran bukanlah Al Quran. Al Quran adalah susunan perkataan mukjizat, yaitu kalamullah yang menurutNya sendiri, berbahasa Arab. Dan dengan menterjemahkannya hilanglah kemukjizatannya dan terjemahannya itu bukan kalamullah.” (Studi Ilmu-Ilmu Al Quran, Hal. 444-445. Cet. 1. 1992M. Litera Antar Nusa)
__________________________
Berkata Imam Al Qadhi Abu Bakar bin Al ‘Arabi Rahimahullah :
وَأَوْضَحْنَا أَنَّ التِّبْيَانَ وَالْإِعْجَازَ إنَّمَا يَكُونُ بِلُغَةِ الْعَرَبِ ، فَلَوْ قُلِبَ إلَى غَيْرِ هَذَا لَمَا كَانَ قُرْآنًا وَلَا بَيَانًا ، وَلَا اقْتَضَى إعْجَازًا
“Kami telah menjelaskan, bahwa bayan dan mu’jizat hanya bisa direalisasikan dengan bahasa Arab, karena itu seandainya Al Quran diganti dengan bahasa selain bahasa Arab tentulah penggantinya itu tidak dinamakan Al Quran dan bayan, dan juga tidak menimbulkan kemu’jizatan.” (Imam Ibnul ‘Arabi Al Maliki, Ahkamul Quran, 7/81. Mauqi’ Ruh Al Islam)
_____________________
Nah, jika terjemahan atau tafsir Al Quran sudah bukan lagi disebut Al Quran, apalagi buku-buku, majalah, bulletin, yang sudah mencampur antara ayat, hadits, dan ucapan manusia.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah mengatakan:
نعم، لا بأس بذلك. لا بأس أن تلمس المرأة الكتاب الذي فيه آيات وأحاديث مثل صحيح البخاري ومثل زاد المعاد لابن القيم، وغيرها من الكتب الإسلامية التي بها آيات وأحاديث، مثل كتبالتفسير كذلك، ومثل تفسير ابن كثير وغيره، فلا حرج أن تلمس المرأة الجنب، والرجل الجنب كذلك، وهكذا الحائض والنفساء. لا حرج في ذلك عليها.
وإنما الممنوع القرآن نفسه، فليس للمرأة الجنب أو الحائض أو المحدث أن يمس القرآن- أي: المصحف- إلا على طهارة .
“Ya, itu tidak apa-apa. Tidak mengapa seorang wanita menyentuh sebuah buku yang di dalamnya terdapat ayat-ayat dan hadits semisal Shahih Bukhari, dan Zaadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim dan selainnya dari buku-buku Islam yang memuat ayat-ayat dan hadits, seperti kitab tafsir juga termasuk, seperti tafsir Ibnu Katsir dan selainnya. Maka, tidak ada halangan bagi wanita junub untuk menyentuhnya, laki-laki junub juga begitu, demikian pula wanita haid dan nifas, tidak mengapa hal itu.
Sesungguhnya yang dilarang adalah jika menyentuh Al Quran apa adanya, maka janganlah wanita junub, atau haid, atau orang berhadats menyentuh Al Quran yaitu mushaf, kecuali dalam keadaan suci.” (Fatawa Nur ‘Ala Ad Darb Libni Baz, Soal No. 33)
_______________________
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
ولا مانع من مس ما اشتملت عليه من آيات من القرآن كالرسائل وكتب التفسير والفقه وغيرها، فإن هذه لا تسمى مصحفا ولا تثبت لها حرمته.
“Tidak ada larangan bagi siapa pun yang menyentuh sesuatu yang memuat di dalamnya ayat-ayat Al Quran, seperti surat, buku tafsir, fiqih, dan lainnya, sebab hal ini tidaklah dinamakan dengan mushaf, dan tidak ada yang nash shahih yang mengharamkannya.” (Fiqhus Sunnah, 1/68. Darul Kitab Al ‘Arabi)
_____________________
Tertulis dalam kitab Al Khulashah Al Fiqhiyah ‘Ala Madzhabi Saadah Al Malikiyah:
وأما حمل التفسير ومسه والمطالعة فيه فلا يحرم للمحدث ولو كان جنبا لأنه لا يسمى مصحفا عرفا
“Ada pun membawa kitab tafsir dan menyentuhnya lalu mentelaahnya, tidaklah haram bagi orang berhadats walau pun junub, karena menurut tradisi itu tidaklah dinamakan mushaf.” (Hal. 20. Maktabah Al Misykah)...
Sumber : http://abuhudzaifi.multiply.com/journal
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment