HUKUM MEMBACA MUSHAF QUR'AN KETIKA SHALAT

Bookmark and Share



Asy-Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini (Murid Al-Imam Al-Albani, tinggal di Mesir) pernah ditanya :

Apakah boleh hukumnya memegang mushaf atau meletakannya di alat penyangga sambil membacanya ketika sholat lail?

Beliau menjawab :
Ya, boleh hukumnya membaca mushaf ketika melaksanakan sholat lail. Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwasanya Dzakwan maula ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengimami beliau dengan membaca mushaf.
( 160 Fatwa min Fatawa Asy-Syaikh Abi Ishaq Al-Huwainy, http://www.almeshkat.net/books/open.php?cat=15&book=1672 )

Asy-Syaikh Abu Ubaidah Masyhur Hasan Salman (Murid Al-Imam Al-Albani, tinggal di Yordania) pernah ditanya :

Apakah boleh hukumnya membaca mushaf ketika sholat?

Beliau menjawab :
Perbuatan ini minimalnya dihukumi makruh karena menyelisihi petunjuk/perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian juga para shahabatnya.

Tentu ada perbedaan antara orang yang membaca dari dadanya (hafalannya) yang dapat memberikan pengaruh yang baik berupa metode, cara dan contoh terhadap mereka yang menghafal qur’an, dibandingkan dengan yang membacanya melalui mushaf, yang seperti ini tentu tidak bisa ditiru atau dicontoh. Padahal manusia saat ini sangat membutuhkan metode, contoh dan akhlak para ulama seperti butuhnya meraka terhadap ilmu para ulama.

Ditambah lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yang berhak mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya (dan paling banyak hafalannya).” Sehingga sholat dengan membaca mushaf tentunya akan menjadikan hadits ini tanpa makna. Setiap manusia bisa membaca qira’at melalui mushaf, namun demikian para ulama telah sepakat/ijma’ bahwa wajib hukumnya menghafal Al-Fatihah. Qira’at yang dibaca melalui mushaf tentu akan menjadikan ijma’ ulama ini juga tidak ada artinya sama sekali.

Ada banyak hal yang menjadi peringatan berkenaan dengan qira’at melalui mushaf ini, diantaranya :

Orang akan merasa puas/bangga dengan apa yang tidak dimilikinya, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang merasa puas/bangga dengan apa yang tidak dimilikinya ibarat orang yang mengenakan pakaian kedustaan.”

Manusia yang bermakmum di belakang Imam yang seperti ini tentu akan beranggapan, “Sungguh hebat imam ini, hafalannya banyak, mutqin (kuat hafalnnya dan tidak ada salahnya) serta benar bacaannya,” sehingga dia akan merasa puas/bangga dengan apa yang tidak dimilikinya.

Dan juga dalam perbuatan seperti ini tentu dia akan disibukkan dengan banyak gerakan diluar gerakan sholat yaitu membuka-buka halaman mushaf atau semislanya. Padahal asal dalam solat itu adalah tenang dan tidak banyak bergerak sebagaimana tertera dalam hadits Ubadah di dalam Shahih Muslim; “Tenanglah dalam sholat kalian.”

Hal ini juga bertentangan dengan petunjuk shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu bahwa orang yang sholat diperintahkan untuk mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Sehingga dengan demikian pada asalnya setiap orang diperintahkan untuk membaca qira’at dari hafalannya.

Hal lain yang menjadi catatan dan peringatan juga adalah bahwa para imam dan kaum muslimin akan menjadi kurang bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menghafalkan Al-Qur’an. Juga tangan kanan dan kiri akan bergantian posisi (karena memegang mushaf).

Akan tetapi jika memang kondisinya mendesak (idhtirar) seperti misalnya seorang wanita yang tinggal di rumahnya dan dia tidak hafal al-qur’an namun kemudian ingin melaksanakan sholat gerhana (kusuf dan khusuf) dan ingin memperpanjang sholatnya, maka dia boleh membaca qira’atnya melalui mushaf. Telah tsabit dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau memiliki maula yang mengimami beliau qiyam ramadhan dengan membaca mushaf. Dalam kondisi ini maka boleh hukumnya karena dharurah, wallahu a’lam.
( Ruknul Fatawa, http://www.mashhoor.net/ )


Sumber : http://salafyitb.wordpress.com/2006/12/21/hukum-membaca-mushaf-ketika-sholat/

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment