Komunitas Punk di Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja (SO-13)

Bookmark and Share
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.
Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”, yang terlintas dalam benak kita bagaimana kelompok tersebut yaitu dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri. “Punk” hanya aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” itu tersebut, Equality (persamaan hak) itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung didalamnya. “Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejalaperasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”.“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan. Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”

Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial. Anak “Punk”, mereka kebanyakan di dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.
Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif. Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.
Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut terdapat prinsip dan aturan yang dibuat dan tidak ada satu orangpun yang menjadi pemimpin karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak diantara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka. Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” banyak yang mempunyai kepedulian sosial yang sangat tinggi.
Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”, beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri.
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris.Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead.  Namun, sejak tahun 1980-an, punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama
Lahirnya kaum punk diawali pada tahun 1971 ketika Lester Bangs, wartawan majalah semi-underground Amerika, Creem, menggunakan istilah punk untuk mendeskripsikan sebuah aliran musik rock yang semrawut, asal bunyi, namun bersemangat tinggi. Musik tersebut dibuat dan digemari oleh para narapidana Amerika yang terkenal brutal, sadis dan psikopat.Kata punk itu sendiri lazim digunakan oleh kaum narapidana Amerika untuk nyebut partner atau pasangan pasif dalam hubungan homoseksual.
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley.Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati.Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia.Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.
Banyak persepsi tentang sejara punk mulai dari rasa kecewa, benci, bosan dengan norma-norma budaya yang mengikat dll.Tetapi yang pastinyaPunk yang awalnya lahir di kalangan pekerja di London inggris dan amerika serikat ini berangkat dari kemerosotan moral dari pelaku politik yangmengkibatkan krisis hingga menimbulkan tingkat pengaguran yang tinggi di masa itu dan dampak yang di timbulkan dari semua itu adalah sebua pemberontakan melalui pesan-pesan dalam lirik lagu punk dan symbol-simbol yang di kenakan. Kini punk yang mulai meramba ke Tana Toraja berawal dari anak muda yang suka dengan music dengan beat yang cepat dan kini menjadi idiologi bagi remaja Tana Toraja dan mulai merubah gaya hidup kususnya remaja di kelurahan bombongan. Punk di Tana Torajaingin menutupi ketidakpuasan atau ketidakberdayaan hidup maupun perasaan inferior( Merasa renda diri )merekadalam bentuk penampilan yang superior ( lebih tinggi ) dan unik di mata masyarakat.  Anggota komunitas punk tersebut juga ingin mengekspresikan kemarahannya melalui suatu simbolisme berupa atribut  bergaya  punk dan pemikiran-pemikiran ideologi antikemapanan. Hal tersebut merupakan suatu bentuk kompensasi diri  anggota komunitas punk untuk menutupi kemarahan dan rasa frustasi dari ketidakpuasan terhadap sistem yang telah diterapkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat.Punk di Tana Toraja berkembang dengan pesat tanpa di sadari pemerintah maupun masyarakat, bahwa subkultur dari komunitas punk ini yang banyak di gemari remaja-remaja di kecamatan makale saat ini sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai yang ada dalam msyarakat Tana Toraja.Maka dari itu peneliti tertarik meneliti “(Komunitas Punk yang ada di Kelurahan Bombongan Kecamatan Makale Kabupaten Tana Toraja.)”

Untuk mendapatkan file lengkap dalam bentuk MS-Word, (bukan pdf) silahkan klik Cara Mendapatkan File atau klik disini

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }

Post a Comment