Oleh : Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi
Di masyarakat, wali adalah gelar yang memiliki prestise tinggi. Orang yang sudah mencapai derajat wali, segala tindakan dan ucapannya bak titah raja, harus diterima dan dilaksanakan meski tak jarang melanggar syariat. Mestinya keadaan ini tidak terjadi bila masyarakat paham bahwa tidak semua orang yang dianggap sebagai wali adalah wali Allah subahanahu wa ta’ala.
Adalah perkara yang lumrah bila kita mendengar kata-kata wali Allah subahanahu wa ta’ala. Di sisi lain, terkadang menjadi sesuatu yang asing bila disebut kata wali setan. Itulah yang sering kita jumpai di antara kaum muslimin. Bahkan sering menjadi sesuatu yang aneh bagi mereka kalau mendengar kata wali setan. Fakta ini menggambarkan betapa jauhnya persepsi saudara kita kaum muslimin dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah Subahanahu wa ta’ala dan lawannya, wali setan.
Dalam masyarakat kita, istilah wali Alloh (Waliyyulloh) sudah tidak asing lagi. Bahkan ada sembilan tokoh yang dianggap sebagai ulama Islam yang dimasukkan ke dalam kategori waliyulloh tersebut yang terkenal dengan sebutan ‘Wali Songo”. Kemudian orang yang sudah mencapai derajat wali ini, segala tindakan dan ucapannya laksana raja, harus diterima dan dilaksanakan meskipun melanggar syariat.
Dalam gambaran kebanyakan orang, wali Allah adalah setiap orang yang bisa mengeluarkan keanehan dan mempertontonkannya sesuai permintaan. Selain itu, ia juga termasuk orang yang suka mengerjakan shalat lima waktu atau terlihat memiliki ilmu agama. Bagi siapa yang memiliki ciri-ciri tersebut, maka akan mudah baginya untuk menyandang gelar wali Allah Subahanahu wa ta’ala sekalipun dia melakukan kesyirikan dan kebid’ahan.
Pembahasan singkat ini akan mengajak pembaca mengetahui hakikat wali Allah Subahanahu wa ta’aladan juga menjelaskan bahwa di samping wali Allah Subahanahu wa ta’ala ada wali setan. Sekaligus, tulisan ini membantah dan membimbing dua kelompok manusia dan selain mereka -akan disebut di bawah ini-, untuk kemudian menumbuhkan keyakinan agar mereka kembali beriman dan bertakwa kepada Allah, insya Allah.
Di masyarakat, wali adalah gelar yang memiliki prestise tinggi. Orang yang sudah mencapai derajat wali, segala tindakan dan ucapannya bak titah raja, harus diterima dan dilaksanakan meski tak jarang melanggar syariat. Mestinya keadaan ini tidak terjadi bila masyarakat paham bahwa tidak semua orang yang dianggap sebagai wali adalah wali Allah subahanahu wa ta’ala.
Adalah perkara yang lumrah bila kita mendengar kata-kata wali Allah subahanahu wa ta’ala. Di sisi lain, terkadang menjadi sesuatu yang asing bila disebut kata wali setan. Itulah yang sering kita jumpai di antara kaum muslimin. Bahkan sering menjadi sesuatu yang aneh bagi mereka kalau mendengar kata wali setan. Fakta ini menggambarkan betapa jauhnya persepsi saudara kita kaum muslimin dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah Subahanahu wa ta’ala dan lawannya, wali setan.
Dalam masyarakat kita, istilah wali Alloh (Waliyyulloh) sudah tidak asing lagi. Bahkan ada sembilan tokoh yang dianggap sebagai ulama Islam yang dimasukkan ke dalam kategori waliyulloh tersebut yang terkenal dengan sebutan ‘Wali Songo”. Kemudian orang yang sudah mencapai derajat wali ini, segala tindakan dan ucapannya laksana raja, harus diterima dan dilaksanakan meskipun melanggar syariat.
Dalam gambaran kebanyakan orang, wali Allah adalah setiap orang yang bisa mengeluarkan keanehan dan mempertontonkannya sesuai permintaan. Selain itu, ia juga termasuk orang yang suka mengerjakan shalat lima waktu atau terlihat memiliki ilmu agama. Bagi siapa yang memiliki ciri-ciri tersebut, maka akan mudah baginya untuk menyandang gelar wali Allah Subahanahu wa ta’ala sekalipun dia melakukan kesyirikan dan kebid’ahan.
Pembahasan singkat ini akan mengajak pembaca mengetahui hakikat wali Allah Subahanahu wa ta’aladan juga menjelaskan bahwa di samping wali Allah Subahanahu wa ta’ala ada wali setan. Sekaligus, tulisan ini membantah dan membimbing dua kelompok manusia dan selain mereka -akan disebut di bawah ini-, untuk kemudian menumbuhkan keyakinan agar mereka kembali beriman dan bertakwa kepada Allah, insya Allah.
Pertama, sebagai bantahan terhadap dua kelompok yang telah keluar dari pemahaman yang benar tentang hakikat wali Allah Subahanahu wa ta’ala
Dua kelompok itu adalah sebagai berikut:
a. Ahli Tafrith, yaitu orang-orang yang menganggap enteng dan meremehkan orang yang beriman dan bertakwa. Kedudukan wali Allah Subahanahu wa ta’ala di hadapan ahli tafrith tidak jauh beda dengan pelaku maksiat, pelaku kesyirikan, dan kebid’ahan. Padahal Allah Subahanahu wa ta’ala menyatakan:
“Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa?” (Al-Qalam: 35)
“Patutkah Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah pula Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shad: 28)
b. Ahli Ifrath, yaitu orang-orang yang berlebihan (ghuluw) dalam menyikapi wali Allah, termasuk juga orang-orang yang mengkultuskan wali Allah Subahanahu wa ta’ala tersebut sehingga mengangkatnya ke derajat ilah (sesembahan). Diserahkan kepadanya beraneka ragam peribadatan seperti cinta, takut, pengagungan, harapan, doa, penyembelihan, dsb.
Kedua, membimbing orang-orang yang keliru dalam memberikan pangkat kewalian kepada orang yang tidak pantas mendapatkannya. Padahal gelar yang pantas diberikan kepadanya adalah wali setan. Jumlah yang seperti ini di masyarakat sangatlah banyak.
Ketiga, memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa bahwa selama dia berada di atas iman dan takwa maka dia tetap dalam kewalian Allah. Walaupun derajat kewalian itu berbeda-beda pada tiap orang tergantung tinggi rendah iman dan takwanya.
Definisi Wali
Kata ‘wali’ bila ditinjau dari segi bahasa berasal dari kata ‘al-wilayah’ yang artinya adalah ‘kekuasaan’ dan ‘daerah’ sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sikkit radhiyallahu anhu. Atau terambil dari kata ‘al-walayah’ yang berarti pertolongan.
Menurut syariat, wali (wilayah, walayah) artinya kedudukan yang tinggi di dalam agama yang tidak akan dicapai kecuali oleh orang-orang yang melaksanakan tuntunan agama baik secara lahir maupun batin.
Dari sini, wilayah (kewalian) memiliki dua sisi pandang:
Pertama, sisi yang terkait dengan hamba yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan kemudian secara bertahap dia meningkatkan ubudiyahnya kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah.
Kedua, sisi yang terkait dengan Allah, yaitu Allah akan mencintai dia, menolongnya, dan mengokohkannya di atas sikap istiqamah. (Madkhal Syarh Ushul I’tiqad, 9/7)
Siapakah Wali Allah Subahanahu wa ta’ala?
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan: “Wali Allah adalah orang yang memiliki sifat seperti yang telah disebutkan Allah yaitu beriman dan bertakwa.” (Tafsir Ath-Thabari, 11/132)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Wali-wali-Nya adalah mereka yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah Subahanahu wa ta’ala tentang mereka sehingga setiap orang yang bertakwa adalah wali-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/422)
Al-Baidhawi rahimahullah berkata: “Wali Allah adalah orang-orang yang mewujudkan ketaatan kepada Allah dan orang-orang yang diberikan segala bentuk karamah.” (Tafsir Al-Baidhawi, hal. 282)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Wali Allah Subahanahu wa ta’ala adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amalan yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya.” (Jami’ Al-‘Ulum wal Hikam, hal. 262)
Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah berkata: “Wali Allah Subahanahu wa ta’ala adalah orang yang selalu melaksanakan segala yang dicintai Allah subahanahu wa ta’ala dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala perkara yang diridhai-Nya.” (Syarah Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 360)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Wali Allah Subahanahu wa ta’ala adalah orang yang berilmu tentang Allah Subahanahu wa ta’ala dan dia terus-menerus di atas ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan peribadatan.” (Fathul Bari, 11/342)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Wali Allah Subahanahu wa ta’alaadalah orang yang beriman dan bertakwa.” Dalam kesempatan lain beliau berkata: “Mereka adalah orang-orang yang beriman dan ber-wala’ (loyal) kepada Allah Subahanahu wa ta’ala. Mereka mencintai apa-apa yang dicintai-Nya, membenci apa-apa yang dibenci-Nya, ridha terhadap apa-apa yang diridhai-Nya, murka terhadap apa-apa yang dimurkai-Nya, memerintahkan kepada apa-apa yang diperintahkan-Nya, mencegah apa-apa yang dicegah-Nya, memberi kepada orang yang Dia cinta untuk diberi, dan tidak memberi kepada siapa yang Dia larang untuk diberi.” (Al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid, hal. 329)
Al-Hafidz Ibnu Ahmad Al-Hakami rahimahullah mengatakan: “Wali Allah Subahanahu wa ta’alaadalah setiap orang yang beriman kepada Allah Subahanahu wa ta’ala, bertakwa kepada-Nya dan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” (A’lamus Sunnah Al-Manshurah, hal. 192)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Wali Allah adalah orang-orang yang telah dijelaskan dalam firman-Nya (Yunus: 62-63).” Kemudian beliau menukilkan ucapan Ibnu Taimiyyah rahimahullah: “Barang siapa yang beriman dan bertakwa maka dia adalah wali Allah Subahanahu wa ta’ala.” (Syarah Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah hal. 626)
Dari beberapa ucapan ulama di atas, sangat jelas bagi kita siapa yang dimaksud dengan wali Allah subahanahu wa ta’ala. Semua ucapan ulama tersebut tidak saling bertentangan walaupun ungkapannya berbeda-beda. Semua pendapat mereka bermuara pada firman Allah Subahanahu wa ta’ala:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus: 62-63) [Al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid hal. 339]
Siapakah Wali Setan?
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata: “Wali setan adalah orang-orang yang menyelisihi Allah subahanahu wa ta’ala dan orang-orang yang tidak mematuhi anjuran Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka adalah ahli bid’ah, berdoa kepada selain Allah Subahanahu wa ta’ala, mengingkari kemahatinggian Allah Subahanahu wa ta’ala di atas ‘Arsy-Nya, memukul tubuh mereka dengan besi, memakan api dan (perbuatan) lainnya dari amalan-amalan orang Majusi dan setan.” (Al-‘Aqidah Al-Islamiyah, hal. 36)
Allah subahanahu wa ta’ala telah menjelaskan dalam Al Qur’an dalam banyak ayat tentang ciri-ciri dan sifat mereka serta apa yang diperbuat oleh tentara-tentaranya.
Dalil-dalil Adanya Wali Setan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah membawakan dalil yang banyak tentang keberadaan wali setan di dalam kitab beliau Al-Furqan Baina Auliya Ar-Rahman wa Auliya Asy-Syaithan, sebagaimana beliau juga membawakan dalil tentang wali Allah, ciri-ciri mereka, dan karamah yang Allah berikan kepada mereka.
Allah Subahanahu wa ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, karena itu perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah.” (An-Nisa: 76)
“Barangsiapa menjadikan setan sebagai wali (pelindung) selain Allah, maka ia menderita kerugian yang nyata.” (An-Nisa: 119)
“Sesungguhnya mereka tidak lain adalah setan yang menakut-nakuti wali-walinya (kawan-kawannya), karena itu janganlah kalian takut kepada mereka jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Ali ‘Imran: 175)
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27)
Masih banyak lagi nash yang menjelaskan keberadaan wali setan di tengah-tengah orang yang beriman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah Subahanahu wa ta’ala dan ber-wala’ kepada-Nya namun dia tidak mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia bukan wali Allah Subahanahu wa ta’ala. Bahkan barangsiapa yang menyelisihi Rasulullah maka dia adalah musuh Allah subahanahu wa ta’ala dan wali setan.”
Kemudian beliau berkata: “Walaupun kebanyakan orang menyangka mereka atau selain mereka adalah wali Allah Subahanahu wa ta’ala. (Namun) mereka bukanlah wali Allah Subahanahu wa ta’ala.” (Al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid, hal. 331)
Wallahu a’lam.
Sumber : http://muwahiid.wordpress.com/2007/07/03/meluruskan-makna-wali-allah-dan-mengenal-wali-syaithon/
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment