BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Industri telekomunikasi selular nasional dewasa ini mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dan mengakibatkan tingkat kompetisi yang sangat tinggi. Regulasi pemerintah yang mendasari diberikannya lisensi kepada beberapa operator baru membuat kompetisi antar operator selular menjadi sangat terbuka. Operator-operator selular berbasis GSM (Global System for Mobile Communication) yang selama ini menguasai pasar harus menyiapkan strategi pemasaran yang lebih efektif dan efisien. Hal tersebut dikarenakan operator-operator selular berbasis CDMA (Code Division Multiple Access) telah meramaikan persaingan dalam industri ini dengan potensi pengembangan teknologi yang lebih menjanjikan jika dibandingkan dengan teknologi GSM. Kondisi ini mengakibatkan setiap operator harus mampu mengeksploitasi pasar potensial yang ada di industri ini hingga pencapaian optimal demi menjaga kelangsungan hidupnya.
Sejarah operator selular di Indonesia berawal pada pertengahan tahun 1993 yang ditandai dengan hadirnya PT. Satelindo sebagai operator selular GSM pertama di Indonesia. PT. Telekomunikasi Selular menjadi operator selular kedua di Indonesia yang berdiri pada bulan Mei 1995 dengan menggunakan merek dagang Telkomsel. PT. Excelcomindo Pratama pada bulan Oktober 1996 menyusul dengan menggunakan merek dagang XL. PT. Indosat yang menggunakan merek dagang IM3 (Indosat Mobile Multi Media) ikut meramaikan persaingan dalam industri ini pada tahun 2001. Tahun 2002 PT. Satelindo resmi diambil alih oleh PT. Indosat. Operator-operator selular berbasis CDMA kemudian menyusul yang diawali dengan kehadiran TelkomFlexi pada Desember 2002 sebagai merek dagang dari produk selular CDMA PT. Telekomunikasi Indonesia. PT. Bakrie Telecom menyusul dengan merek dagang Esia pada November 2003, yang kemudian diikuti dengan kehadiran Fren sebagai merek dagang PT. Mobile-8 Telecom pada Desember 2003. PT. Indosat menyusul dengan merek dagang StarOne pada bulan Mei 2004.
Persaingan bisnis selular yang ketat membuat para operator selular harus terus berinvestasi guna memperluas jaringannya. Hal tersebut mutlak harus dilakukan oleh tiap operator karena potensi yang dimiliki bisnis ini sangat besar mengingat pangsa pasar yang besar dengan keadaan geografis dan struktur demografis yang sangat membutuhkan teknologi komunikasi yang memadai untuk mengakomodasi kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari website majalah SWA pada tanggal 15 April 2005 dapat diketahui bahwa untuk tahun 2005 PT. Telekomunikasi Selular menganggarkan dana sebesar US$ 600 juta untuk perluasan dan peningkatan kualitas jaringannya. PT. Indosat menganggarkan sebesar US$ 640 juta, sementara PT. Excelcomindo Pratama menyiapkan dana sebesar US$ 250 juta. Anggaran yang disiapkan PT. Telekomunikasi Indonesia adalah sebesar Rp. 1,7 trilyun, PT. Bakrie Telecom menganggarkan sebesar US$ 500 juta, dan yang terakhir PT. Mobile-8 Telecom sebesar US$ 400 juta.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari website yang sama pada tanggal yang sama dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan pelanggan selular nasional sangat tinggi dimana pada akhir tahun 2000 jumlah pelanggan selular nasional tercatat sebanyak 3.600.000 pelanggan. Pada akhir tahun 2001 jumlah pelanggan berkembang hingga mencapai 6.200.000 pelanggan dan pada akhir tahun 2002 tercatat sebanyak 11.300.000 pelanggan. Akhir tahun 2003 jumlah pelanggan selular mencapai 18.400.000 pelanggan, dan pada akhir tahun 2004 jumlahnya telah mencapai 32.400.000 pelanggan selular. Proyeksi jumlah pelanggan selular nasional yang dilakukan menunjukkan potensi besar industri ini dimana proyeksi jumlah pelanggan selular pada akhir tahun 2005 mencapai 40.000.000 pelanggan. Akhir tahun 2006 jumlahnya akan berkembang menjadi 50.200.000 pelanggan, dan pada akhir tahun 2007 jumlahnya akan berkembang hingga 72.500.000 pelanggan selular. Proyeksi jumlah pelanggan pada akhir tahun 2008 adalah sebesar 80.300.000 pelanggan dan pada akhir tahun 2009 jumlahnya akan menjadi 82.100.000 pelanggan.
Industri ini memiliki dua jenis produk yang secara langsung memisahkan pelanggan menjadi dua kategori, yaitu pelanggan pascabayar dan pelanggan prabayar. Perbedaan produk pascabayar dan prabayar adalah pada proses aktivasi, metode pembayaran pulsa, dan data pelanggan. Proses aktivasi nomor pascabayar memerlukan data pelanggan secara lengkap, kemudian proses aplikasi, registrasi, dan verifikasi. Hal tersebut tidak perlu dilakukan pada produk prabayar karena pada produk ini pelanggan dapat melakukan aktivasi sendiri sesuai petunjuk yang tertera pada paket perdana produk tersebut tanpa harus memenuhi persyaratan administrasi.
Sedangkan metode pembayaran pulsa pada produk prabayar hanya dengan melakukan pembelian voucher dengan nominal yang bervariasi tergantung kemampuan dan kebutuhan. Pelanggan pascabayar dalam melakukan pembayaran pulsa tergantung kepada tagihan bulanan yang dikirimkan operator sesuai dengan pemakaian yang dilakukan pelanggan pada bulan tersebut, sehingga kelengkapan data-data pelanggan memiliki arti penting.
Pada perkembangannya, jenis produk pascabayar hingga tahun 2000 mendominasi komposisi jumlah pelanggan selular hingga mencapai 70% dari total pelanggan selular di Indonesia. Namun pada tahun 2004 komposisi tersebut berubah drastis hingga hanya memperoleh 13% dari total pelanggan selular. Minat masyarakat yang sangat tinggi terhadap kartu prabayar membentuk komposisi pelanggan prabayar yang sangat dominan (87%) terhadap komposisi pelanggan pascabayar.
Jumlah pelanggan pascabayar yang sangat kecil jika dibandingkan pelanggan prabayar tersebut membuat pihak manajemen Telkomsel mempertimbangkan suatu strategi untuk menarik minat calon pelanggan potensial, karena selama ini pascabayar identik dengan tingkat segmentasi pasar premium. Pada bulan April 2004 Telkomsel meluncurkan program HALObebas dimana program ini memberikan tiga pilihan paket, yaitu paket bebas roaming nasional, paket bebas 150 SMS per bulan, dan paket bebas abonemen. Strategi ini menjawab keinginan pasar potensial yang ingin berlangganan kartu pascabayar sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan perilaku komunikasinya.
Program ini menunjukkan keberanian Telkomsel untuk mendobrak paradigma yang sebelumnya berlaku bahwa pelanggan kartu selular pascabayar hanya untuk pelanggan segmen atas. Strategi pengembangan pasar ini menegaskan kembali bahwa Telkomsel adalah pemimpin pasar yang tidak pernah berhenti mengeksplorasi potensi yang dimiliki oleh produknya dalam meningkatkan jumlah pelanggannya dan terus berusaha mempertahankan pelanggan yang selama ini telah memberikan kepercayaan kepada Telkomsel.
Penulis terdorong untuk melakukan penelitian terhadap strategi pengembangan pasar yang dilakukan Telkomsel tersebut untuk melihat pengaruh program HALObebas terhadap tingkat pemakaian pulsa rata-rata pelanggan kartuHALO. Penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian ini karena penulis ingin mengetahui apakah suatu strategi pengembangan pasar yang dilakukan perusahaan selalu berdampak positif terhadap perusahaan tersebut dalam sudut pandang tingkat penggunaan produk. Oleh karena itu, penulis mengajukan judul skripsi: “Pengaruh Perkembangan Jumlah Pelanggan kartuHALO Melalui Program HALObebas Terhadap Tingkat Pemakaian Pulsa Rata-rata Pelanggan kartuHALO (Studi Kasus di Telkomsel GraPARI Jakarta Barat)”.
B. Pembatasan Masalah
Penulis menetapkan fokus penelitian ini adalah pada produk selular GSM pascabayar kartuHALO Telkomsel dimana pembatasan masalahnya adalah dampak program HALObebas terhadap kinerja Telkomsel GraPARI Jakarta Barat agar tidak terjadi pembahasan masalah di luar pokok pembahasan seperti yang telah penulis ungkapkan.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah perkembangan jumlah pelanggan kartuHALO Telkomsel melalui program HALObebas berpengaruh positif terhadap tingkat pemakaian pulsa rata-rata pelanggan (ARPU: Average Revenue Per User) kartuHALO Telkomsel wilayah Jakarta Barat.
2. Seberapa kuat pengaruh perkembangan jumlah pelanggan kartuHALO Telkomsel melalui program HALObebas terhadap tingkat pemakaian pulsa rata-rata pelanggan (ARPU) kartuHALO Telkomsel wilayah Jakarta Barat.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment