Perkembangan teknologi saat ini telah memberikan manfaat yang tidak terhingga bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi tersebut telah mencakup segala aspek kehidupan masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut dibutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang bertujuan untuk membentuk manusia seutuhnya yang handal dan berkompeten di segala bidang.
Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan akan menghasilkan SDM yang mampu bersaing secara sehat dalam ketatnya kompetisi dalam Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI). Sehingga sangat diharapkan adanya lembaga yang menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkompeten dibidangnya.
Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang akan menghasilkan lulusan yang nantinya diharapkan mempunyai lulusan yang dibutuhkan baik di dunia usaha/dunia industri (DU/DI). Sekolah yang mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan berkualitas lebih ditujukan kepada SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Hal ini dilatar belakangi oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990, Pasal 3 ayat 2, yaitu, “Menyiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional”.
Berbicara mengenai pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seringkali masih menimbulkan persoalan yaitu kurangnya pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan, hal ini terjadi dikarenakan banyaknya siswa yang mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik tentang materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya siswa tidak memahami konsep yang diajarkan.
Siswa mampu menghapal berbagai rumus-rumus dan konsep-konsep yang berhubungan dengan materi ajar teknik elektro tetapi mereka tidak mampu menghubungkan atau mengkaitkan materi ajar yang mereka terima di sekolah dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan digunakan nantinya. Melihat hasil belajar siswa pada mata diklat Memasang Sistem Perpipaan dan Saluran (MSPS) pada 3 (tiga) sekolah antara lain SMKN 1 Bukittinggi, SMKN 1 Pariaman, dan SMKN 1 Padang menunjukkan bahwa belum tercapainya Standar Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM) dengan nilai rata – rata siswa pada SMKN 1 Bukittingi pada mata diklat Memasang Sistem Perpipaan dan Saluran (MSPS) adalah 6.61 dan jumlah siswa yang dinyatakan lulus sebanyak 58 % (Tata Usaha SMKN 1 Bukittinggi). Selanjutnya hasil belajar siswa di SMKN 1 Pariaman untuk mata diklat Memasang Sistem Perpipaan dan Saluran (MSPS) belum juga mencapai kriteria tuntas belajar mengajar, hal ini ditunjukkan berdasarkan rata-rata nilai siswa adalah 6.96 dan jumlah siswa yang lulus adalah 65%.(Tata Usaha SMKN 1 Pariaman). Sedangkan pada SMKN 1 Padang nilai rata – rata siswa pada mata diklat yang sama adalah 7.2 dan jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 35% (Tata Usaha SMKN 1 Padang) berdasarkan standar yang telah ditetapkan maka pada SMKN 1 Padang pembelajaran mata diklat MSPS dinyatakan tuntas. Melihat rata – rata nilai pada ketiga sekolah diatas menunjukkkan belum tercapainya Standar Ketuntasan Belajar Mengajar (SKBM) dimana batas kelulusan mata diklat produktif adalah ≥ 70 dan persentase kelulusan mencapai 60% (Depdiknas 2006).
Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa pada mata diklat MSPS ini, antara lain disebabkan faktor dari siswa dan faktor dari guru sendiri. Dari segi siswa terlihat kurangnya antusias siswa dalam proses belajar mengajar seperti ada siswa yang ke sekolah tanpa persiapan misalnya tidak membawa alat – alat tulis, tidak membawa modul sebagai pegangan siswa, dan tidak sedikit siswa yang tidak mempelajari modul atau jobsheet yang diberikan di rumah.
Dilihat dari segi ketersediaan fasilitas belajar di SMKN 1 Bukittinggi dapat dikategorikan lengkap, berdasarkan kurikulum yang digunakan SMKN 1 Bukittinggi untuk mata diklat MSPS fasilitas dan bahan-bahan praktek yang dibutuhkan cukup memadai dan setiap 1 (satu) kelompok terdiri atas 2 -3 siswa. Untuk SMKN 1 Pariaman ketersediaan fasilitas belajar untuk mata diklat ini cukup memadai dan setiap praktek dalam satu kelompok terdiri atas 3-4 siswa. Dan untuk SMKN 1 Padang ketersediaan alat dan bahan praktek untuk mata diklat ini dikategorikan lengkap dan setiap praktek terdiri atas 3 – 4 siswa per kelompoknya.
Faktor dari guru juga sangat mempengaruhi hasil belajar, peningkatan hasil belajar siswa didukung dengan guru yang mempunyai kompetensi mengajar yang baik. Sutjipto (Rektor Universitas Negeri Jakarta) menyebutkan, “Saat ini baru 50 persen dari guru se-Indonesia yang memiliki standarisasi dan kompetensi. Kondisi seperti ini masih dirasa kurang. Sehingga kualitas pendidikan kita belum menunjukkan peningkatan yang signifikan”.(www.pikiranrakyat.com, 24 Okt 2006). Kompetensi mengajar guru salah satunya adalah penguasaan metode mengajar yang baik dan efektif. Depdiknas (2006) mengemukakan 36 model pembelajaran yang efektif, model pembelajaran ini disesuaikan dengan tingkat satuan pendidikan dan peserta didik.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis pada guru yang mengajar mata diklat MSPS di ketiga sekolah tersebut, metode yang digunakan guru dalam mengajar antar lain metode ceramah untuk menjelaskan teori pengantar, setelah itu beralih pada kegiatan praktikum berdasarkan jobsheet yang telah disusun, setelah siswa selesai melakukan pekerjaan yang diberikan maka guru akan menguji coba hasil pekerjaan yang telah dilakukan siswa. Setelah itu guru memberikan penilaian terhadap hasil kerja siswa dan pada akhir pertemuan guru memberikan tugas dalam bentuk laporan tertulis tentang apa yang telah dikerjakan tadi. Dapat disimpulkan guru mata diklat MSPS pada ketiga sekolah yang telah diamati ini melakukan metode pengajaran yang hampir sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan yaitu metode ceramah, praktikum dan pemberian tugas.
Pembelajaran seperti dijelaskan diatas ini sifatnya terpusat pada guru. Djohar (2003) dalam Reorientasi Paradigma Pembelajaran (Sumarni, Pikiran Rakyat 17-01-07) menyebutkan, “ Sistem pendidikan saat ini masih berperan sebagai panggung pentas (delivery system). Guru berdiri di depan siswa untuk menyampaikan pengetahuan, sementara siswa menerimanya tanpa harus mengetahui prosesnya. Siswa menerima ilmu, bukan memahami budaya ilmu, sehingga kehilangan orientasi hidupnya karena mereka tidak dituntun membaca fenomena sekelilingnya”.
Sebagai akibat pendekatan pembelajaran yang cenderung linear indoktrinatif, siswa bukan cuma menjauh tetapi juga tidak mampu menghadapi kehidupan nyata, gagap terhadap masalahnya sendiri apalagi dengan lingkungan dan masyarakatnya sendiri. Tenaga pendidik yang profesional sebaiknya mampu menemukan metode pembelajaran yang efektif dan bervariasi agar peserta didik dapat mengembangkan kreatifitas dan bakatnya dalam proses pendidikan itu sendiri. Guru sebaiknya menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari.
Tenaga pendidik yang profesional dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mangaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pada pengajaran berbasis CTL, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Depdiknas (2007) dalam Sosialisasi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) menyebutkan,“ Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat :
1. Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas.
3. Mereka diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative)
Meningkatnya minat dan prestasi siswa tersebut dicapai, karena guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran dan pengajaran kontekstual” (Depdiknas 2006).
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bermaksud untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMK Jurusan Teknik Listrik dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL).
Home » Pendidikan » PENERAPAN PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA DIKLAT (P-37)
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment